• Puisi
  • TV Online
  • Radio online
  • Live score Bola
  • Film
  • Games
  • Tukar Link
  •  joyodrono
    Diberdayakan oleh Blogger.

    Sarah Serat Sabdodjati RONGGO WARSITO

    Sarah Serat Sabdodjati RONGGO WARSITO | joyodrono mabung

    BIOGRAFI:
    Sarah Serat Sabdodjati RONGGO WARSITO | joyodrono mabung
             R. Ng. Ronggowarsito terlahir dengan nama kecil Bagus Burham pada tahun 1728 J atau 1802 M, putra dari RM. Ng. Pajangsworo. Kakeknya, R.T. Sastronagoro yang pertama kali menemukan satu jiwa yang teguh dan bakat yang besar di balik kenakalan Burham kecil yang memang terkenal bengal. Sastronagoro kemudian mengambil inisiatif untuk mengirimnya nyantri ke Pesantren Gebang Tinatar di Ponorogo asuhan Kyai Kasan Besari. Sebagai putra bangsawan Burham mempunyai seorang emban bernama Ki Tanujoyo sebagai guru mistiknya. Di masa kematangannya sebagai pujangga, Ronggowarsito dengan gamblang dan wijang mampu menuangkan suara jaman dalam serat-serat yang ditulisnya.

             Ronggowarsito memulai karirnya sebagai sastrawan dengan menulis Serat Jayengbaya ketika masih menjadi mantri carik di Kadipaten Anom dengan sebutan M. Ng. Sorotoko. Dalam serat ini dia berhasil menampilkan tokoh seorang pengangguran bernama Jayengboyo yang konyol dan lincah bermain-main dengan khayalannya tentang pekerjaan. Sebagai seorang intelektual, Ronggowarsito menulis banyak hal tentang sisi kehidupan. Pemikirannya tentang dunia tasawuf tertuang diantaranya dalam Serat Wirid Hidayatjati, pengamatan sosialnya termuat dalam Serat Kalatidha, dan kelebihan beliau dalam dunia ramalan terdapat dalam Serat Jaka Lodhang, bahkan pada Serat Sabda Jati terdapat sebuah ramalan tentang saat kematiannya sendiri. Pertama mengabdi pada keraton Surakarta Hadiningrat dengan pangkat Jajar. Pangkat ini meembuatnya menyandang nama Mas Panjangswara., adalah putra sulung Raden Mas Tumenggung Sastranegara, pujangga kraton Surakarta.. Semasa kecil beliau diasuh oleh abdi yang amat kasih bernama Ki Tanudjaja. Hubungan dan pergaulan keduanya membuat Ranggawaraita memiliki jiwa cinta kasih dengan orang-orang kecil (wong cilik). Ki Tanudjaja mempengaruhi kepribadian Ranggawarsita dalam penghargaannya kepada wong cilik dan berkemampuan terbatas. Karena pergaulan itu, maka dikemudian hari, watak Bagus Burham berkembang menjadi semakin bijaksana.

            Menjelang dewasa (1813 Masehi), ia pergi berguru kepada Kyai Imam Besari dipondok Gebang Tinatar. Tanggung jawab selama berguru itu sepenuhnya diserahkan pada Ki Tanudjaja. Ternyata telah lebih dua bulan, tidak maju-rnaju, dan ia sangat ketinggalan dengan teman seangkatannya. Disamping itu, Bagus Burham di Panaraga mempunyai tabiat buruk yang berupa kesukaan berjudi. Dalam tempo kurang satu tahun bekal 500 reyal habis bahkan 2 (dua) kudanyapun telah dijual. Sedangkan kemajuannya dalam belajar belum nampak., Kyai Imam Besari menyalahkan Ki Tanudjaja sebagai pamong yang selalu menuruti kehendak Bagus Burham yang kurang baik itu. Akhirnya Bagus Burham dan Ki Tanudjaja dengan diam-diam menghilang dari Pondok Gebang Tinatar menuju ke Mara. Disini mereka tinggal di rumah Ki ngasan Ngali saudara sepupu Ki Tanudjaja. Menurut rencana, dari Mara mereka akan menuju ke Kediri, untuk menghadap Bupati Kediri Pangeran Adipati cakraningrat. Namun atas petunjuk Ki Ngasan Nga1i, mereka berdua tidak perlu ke Kediri, melainkan cukup menunggu kehadiran Sang Adipati Cakraningrat di Madiun saja, karena sang Adi pati akan mampir di Madiun dalam rangka menghadap ke Kraton Surakarta. Selama menunggu kehadiran Adipati Cakraningrat itu, Bagus Burham dan Ki Tanudjaja berjualan 'klitikan' (barang bekas yang bermacam-macam yang mungkin masih bisa digunakan). Di pasar inilah Bagus Burham berjumpa dengan Raden kanjeng Gombak, putri Adipati Cakraningrat, yang kelak menjadi isterinya. Kemudian Burham dan Ki Tanudjaja meninggalkan Madiun. Kyai Imam Besari melaporkan peristiwa kepergian Bagus Burham dan Ki Tanudjaja kepada ayahanda serta neneknya di Solo/Surakarta. Raden Tumenggung Sastranegara memahami perihal itu, dan meminta kepada Kyai Imam Besari untuk ikut serta mencarinya.

              Selanjutnya Ki Jasana dan Ki Kramaleya diperintahkan mencarinya. Kedua utusan itu akhirnya berhasil menemukan Burham dan Ki Tanudjaja, lalu diajaknyalah mereka kembali ke Pondok Gebang Tinatar, untuk melanjutkan berguru kepada Kyai Imam Besari. Ketika kembali ke Pondok, kenakalan Bagus Burham tidak mereda. Karena kejengkelannya, maka Kyai Imam Besari memarahi Bagus Burham. Akhirnya Bagus Burham menyesali perbuatannya dan sungguh-sungguh menyesal atas tindakannya yang kurang baik itu. Melalui proses kesadaran dan penghayatan terhadap kenyataan hidupnya itu, Bagus Burham menyadari perbuatannya dan menyesalkan hal itu. Dengan kesadarannya, ia lalu berusaha keras untuk menebus ketinggalannya dan berjanji tidak mengulangi kesalahannya, ia juga berusaha untuk memperhatikan keadaan sekitarnya, yang pada akhirnya justru mendorongnya untuk mengejar ketinggalan dalam belajar.

                Dengan demikian muncul kesadaran baru untuk berbuat baik dan luhur, sesuai dengan kemampuannya. Sejak saat itu, Bagus Burham belajar dengan lancar dan cepat, sehingga Kyai Imam Besari dan teman-teman Bagus Burham menjadi heran atas kemajuan Bagus Burham itu. Dalam waktu singkat, Bagus Burham mampu melebihi kawan-kawannya. Setelah di Pondok Gebang Tinatar dirasa cukup, lalu kembali ke Surakarta, dan dididik oleh neneknya sendiri, yaitu Raden Tumenggung Sastranegara. Neneknya mendidik dengan berbagai ilmu pengetahuan yang amat berguna baginya. Setelah dikhitan pada tanggal 21 Mei l8l5 Masehi, Bagus Burham diserahkan kepada Gusti Panembahan Buminata, untuk mempelajari bidang Jaya-kawijayan (kepandajan untuk menolak suatu perbuatan jahat atau membuat diri seseorang merniliki suatu kemampuan yang melebihi orang kebanyakan), kecerdas-an dan kemampuan jiwani.Setelah tamat berguru, Bagus Burham dipanggil oleh Sri Paduka PB.IV dan dianugerahi restu, yang terdiri dari tiga tingkatan, yaitu : Pertama : Pendidikan dan pembentukan kepribadian untuk mengatasi pubersitas. 

              Hal ini dibuktikan dengan pendidikan Kyai Imam Besari, yang didasari oleh cinta kasih dan mengakibatkan Bagus Burham memiliki jiwa halus, teguh dan berkemauan keras. Pendidikan dan pembentukan kepribadian untuk mengatasi pubersitas. Hal ini dibuktikan dengan pendidikan Kyai Imam Besari, yang didasari oleh cinta kasih dan mengakibatkan Bagus Burham memiliki jiwa halus, teguh dan berkemauan keras. Pendidikan dan pembentukan kepribadian untuk mengatasi pubersitas.

    RGW
              Hal ini dibuktikan dengan pendidikan Kyai Imam Besari, yang didasari oleh cinta kasih dan mengakibatkan Bagus Burham memiliki jiwa halus, teguh dan berkemauan keras. Kedua : Pembentukan jiwa seni oleh neneknya sendiri, Raden Tumenggung Sastranagara, seorang pujangga berpengetahuan luas. Dalam hal pendidikan, RT. Sastranagara amat terkenal dengan gubahannya Sasana Sunu dan Dasanama Jarwa. Dari neneknya, Bagus Burham mendapatkan dasar-dasar tentang sastra Jawa. Pembentukan jiwa seni oleh neneknya sendiri, Raden Tumenggung Sastranagara, seorang pujangga berpengetahuan luas. Dalam hal pendidikan, RT. Sastranagara amat terkenal dengan gubahannya Sasana Sunu dan Dasanama Jarwa. Dari neneknya, Bagus Burham mendapatkan dasar-dasar tentang sastra Jawa. Ketiga : Pembentukan rasa harga diri, kepercayaan diri dan keteguhan iman diperoleh dari Gusti Pangeran Harya Buminata. Dari pangeran ini, diperoleh pula ilmu Jaya-kawijayan, kesaktian dan kanuragan. Proses inilah proses pendewasaan diri, agar siap dalam terjun kemasyarakat. dan siap menghadapai segala macam percobaan dan dinamika kehidupan.Bagus Burham secara kontinyu mendapat pendidikan lahir batin yang sesuai dengan perkembangan sifat-sifat kodratiahnya, bahkan ditambah dengan pengalamannya terjun mengembara ketempat-tempat yang dapat menggernbleng pribadinya. Seperti pengalaman ke Ngadiluwih, Ragajambi dan tanah Bali. 

             Disamping gemblengan orang-orang tersebut diatas, terdapat pula bangsawan keraton yang juga memberi dorongan kuat untuk meningkatkan kemampuannya, sehingga karier dan martabatnya semakin meningkat. Tanggal 28 Oktober 1818, ia diangkat menjadi pegawai keraton dengan jabatan Carik Kaliwon di Kadipaten Anom, dengan gelar Rangga Pujangga Anom, atau lazimnya disebut dengan Rangga Panjanganom. Bersamaan dengan itu, Mas Rangga Panjanganom melaksanakan pernikahan dengan Raden Ajeng Gombak dan diambil anak angkat oleh Gusti panembahan Buminata. Perkawinan dilaksanakan di Buminata. Saat itu usia Bagus Burham 21 tahun. Setelah selapan (35 hari) perkawinan, keduanya berkunjung ke Kediri, dalam hal ini Ki Tanudjaja ikut serta. 

             Setelah berbakti kepada mertua, kemudianBagus Burham mohon untuk berguru ke Bali yang sebelumnya ke Surabaya. Demikian juga berguru kepada Kyai Tunggulwulung di Ngadiluwih, Kyai Ajar Wirakanta di Ragajambi dan Kyai Ajar Sidalaku di Tabanan-Bali. Dalam kesempatan berharga itu, beliau berhasil membawa pulang beberapa catatan peringatan perjalanan dan kumpulan kropak-kropak serta peninggalan lama dari Bali dan Kediri ke Surakarta. Sekembali dari berguru, ia tinggal di Surakarta melaksanakan tugas sebagai abdi dalem keraton. Kemudian ia dianugerahi pangkat Mantri Carik dengan gelar Mas ngabehi Sarataka, pada tahun 1822. 

               Ketika terjadi perang Diponegoro (th.1825-1830), yaitu ketika jaman Sri Paduka PB VI, ia diangkat menjadi pegawai keraton sebagai Penewu Carik Kadipaten Anom dengan gelar Raden Ngabehi Ranggawarsita, yang selanjutnya bertempat tinggal di Pasar Kliwon. Dalam kesempatan itu, banyak sekali siswa-siswanya yang terdiri orang-orang asing, seperti C.F Winter, Jonas Portier, CH Dowing, Jansen dan lainnya. Dengan CF.Winter, Ranggawarsita membantu menyusun kitab Paramasastra Jawa dengan judul Paramasastra Jawi. Dengan Jonas Portier ia membantu penerbitan majalah Bramartani, dalam kedudukannya sebagai redaktur.Majalah ini pada jaman PB VIII dirubah namanya menjadi Juru Martani. Namun pada jaman PB IX kembali dirubah menjadi Bramartani. Setelah neneknya RT. Sastranegara wafat pada tanggal 21 April 1844, R.Ng. Ranggawarsita diangkat menjadi Kaliwon Kadipaten Anom dan menduduki jabatan sebagai Pujangga keraton Surakarta Hadiningrat pada tahun 1845. Pada tahun ini juga, Ranggawarsita kawin lagi dengan putri RMP. Jayengmarjasa. Ranggawarsita wafat pada tahun 1873 bulan Desember hari Rabu pon tanggal 24. Inalilahi waina ilahi rojiun.*

    Source : http://www.karatonsurakarta.com



    Sarah Serat Sabdodjati 


                Serat Sabdojati digubah oleh Pujangga Penutup tanah Jawa, Raden Ngabehi Ranggawarsita pada 27 Oktober 1873. Gelar pujangga penutup disematkan kepada Beliau karena keluasan pemikiran, dan yang lebih utama karena kemampuannya dalam melahirkan karya-karya secara “utuh” serta mendobrak “kesakralan” kepujanggaan yang selama ini menghegemoni khasanah intelektual Jawa. Ia mempu memberikan sentukan dan terobosan-terobosan baru dalam kesustraan Jawa Klasik. Dapat dikatakan, Beliaulah renaissance Sastra Jawa. Secara sematik, Sabdojati terdiri dari dua suku kata; sabda dan jati. Sabda adalah ucapan yang berpetuah, sedangkan jati berasal dari kata sejati, yang berarti kembali kepada hakikat; yang sesungguhnya. Jadi sabdojati dapat diartikan sebagai hakikat sebuah petuah atau dapat juga diartikan sebagai ucapan yang sesungguh-sungguh ucapan.



               Serat Sabdajati adalah karya terakhir yang digubah oleh Ki Pujangga, tepatnya delapan hari sebelum Ki Pujangga menghadap Sang Pujangga. Memuat Sembilan belas tembang dengan lirik Megatruh. Megatruh sendiri berasal dari dua suku kata, megat dan ruh. Megat berarti memisahkan, memutuskan, sedangkan ruh diambil dari kosakata Bahasa Arab yang berarti roh. Jadi megatruh berarti memutuskan hubungan selain daripadaNya, dengan berkonsentrasi pada jalan pulang ke kehadirat Ilahi. Dengan kata lain megatruh adalah sebuah sasmita, tanda-tanda, ketika ruh harus terpisah dengan badan, dia harus bisa memisahka atau memutuskan segala hubungan yang sifatnya keduniawian. Untuk lebih jelasnya, berikut saya kutipkan kesembilan belas Pupuh Megatruh dalam Serat Sabdajati dan sedikit penjelasan meski dengan segala keterbatasan yang ada. Mohon bimbingan pada “Para Winasis” apabila ada kesalahan baik dalam penerjemahan ataupun dalam penafsiran.

    Megatruh 

    1. Hawya pegat ngudiya ronging budyayu, Margane suka basuki, Dimen luwar kang kinayun,   Kalis ing panggawe sisip, Ingkang taberi prihatos. 

    Janganlah berhenti, selalu berusaha berbuat kebajikan, agar mendapat kegembiraan, keselamatan serta tercapai segala cita-cita, terhindar dari perbuatan yang bukan-bukan, caranya haruslah gemar prihatin.

    Ketika seseorang sudah menyadari akan keterbatasan usia di dunia, hendaklah ia selalu berdaya upaya dalam berbuat kebajikan pada sesama. Kebajikan yang ditebarkan, tidaklah secara spesifik terjutu pada satu person atau satu golongan tertentu, tapi kebajikan yang ditebarkan secara menyeluruh; menjadi rahmat sekalian alam.

    Dengan menebarkan kebajikan, ia akan mendapatkan kegembiraan. Ketulusan dari laku kebajikan akan membuahkan sebuah rasa senang dari si pemberi dan si penerima. Perasaan tersebut sedemikian kuatnya hingga tak kan ternilai dengan hal-hal yang sifatnya material. Ia tak terlukiskan dengan kata-kata atau apa pun. Kegembiraan hakiki.

    Perbuatan baik dapat membawa kita pada keselamatan. Dalam falsafah Jawa kita mengenal pepatah “sapa nandhur bakal ngunduh”, siapa yang menanam akan menuai. Ketika kita menanam kebaikan, maka yang kita tuai adalah kebaikan juga. Dan dalam kebaikan yang kita tanam itu akan memberi efek baik pula pada lingkungan sekitarnya. Hal itu dapat menghindarkan kita dari keinginan untuk berbuat buruk serta dapat memproteksi kita dari keburukan yang akan menimpa kita.

    Ketika kebaikan sudah berbuah kebaikan dan dapat menepis keburukan yang ada, ia akan memuluskan jalan kita pada tujuan yang kita harapkan. Ia akan memotivasi kita agar tetap pada jalan yang akan membawa kita pada tujuan. Untuk lebih memudahkan pencapaian tujuan tersebut, hendaklah kita selalu dalam laku prihatin, artinya selalu memproteksi diri pada hal-hal selain yang mengarah pada tujuan, yaitu selalu berada pada jalan keilahian. Laku prihatin dapat juga diartikan sebagai suluk.

    2. Ulatna kang nganti bisane kepangguh, Galedehan kang sayekti, Talitinen awya kleru, Larasen sajroning ati, Tumanggap dimen tumanggon.

    Dalam hidup keprihatinan ini pandanglah dengan seksama segala sesuatu sebagaimana adanya. Telitilah jangan sampai salah, endapkan didalam hati, agar mampu menangkap dan menempatkan.

    Dalam menjalankan laku prihatin ini, hendaklah kita selalu membaca. Membaca tanda, membaca rupa, membaca gejala. Pembacaan tersebut hendaklah sedemikian teliti, hinga tak kan meninggalkan sekecil apa pun hal yang terlewatkan. Hal itu disebabkan karena dari hal-hal yang kecil itulah sebuah hakikat dari sesuatu biasa akan menampakkan dirinya. Karena hakikat selalu tersembunyi pada hal-hal yang kelihatannya remeh; pada hal-hal yang tak terduga.

    Tidak sekadar membaca. Kita juga diharapkan mempu untuk memilah, menyaring, untuk kemudian mengambilnya sebagai hikmah. Dalam memilah kita menggunakan potensi akal, sedangkan dalam menyaring kita menggunakan hati. Istilah yang dipakai dalam syair di atas, kita harus mampu mengendapkannya di dalam hati, artinya hati haruslah dijadikan pertimbangan utama dalam setiap langkah yang kita ambil.

    Segala sesuatu yang telah dianalisa oleh akal, haruslah melalui pengendapan di dalam hati sebelum kita mengambilnya sebagai sebuah ilmu. Kedua proses inilah yang menjadi landasan kita dalam menangkap realitas untuk kemudian menyikapinya. Dengan mengetahui segala sesuatu sebagaimana adanya serta melalui pengendapan di dalam hati, akan mempermudah kita di dalam menyikapi segalas sesuatu, serta mempunyai kebijakan di dalam menempatkannya dalam segala situasi dan kondisi. “Anggon mongso”, pandai membaca situasi dan kondisi.

    3. Pamanggone aneng pangesthi rahayu, Angayomi ing tyas wening, Eninging ati kang suwung, Nanging sejatining isi, Isine cipta sayektos.

    Cara menempatkannya adalah dengan senantiasa menyelaraskan dengan keindahan, melindungi di dalam kejernihan hati. Kejernihan hati yang kosong, namun sebenarnya berisi. Isinya adalah cipta yang sejati.

    Hendaklah kita selalu menempatkan diri pada keindahan. Baik keindahan di dalam maupun keindahan di luar. Keindahan di dalam adalah keselarasan atau keharmonisan yang ada di dalam jiwa kita, sedangkan keindahan di luar adalah keindahan yang berada di luar diri kita. Keindahan di luar meliputi; keindahan warna, keindahan bentuk, keindahan suara, dan keindahan rupa. Dalam laku spiritual, kita harus berada dan meliputi keindahan, karena Tuhan menciptakan segala sesuatu itu indah.

    Endapkanlah setiap pikiran dalam memproteksi diri. Setiap pikiran, seliar apa pun, haruslah diendapkan dulu di dalam hati, sebelum kita menyikapi realitas yang tertangkap. Dengan cara seperti itu, setiap pikiran yang muncul akan terkendalikan, karena selalu melelui proses pengendapan. Endapan pikiran itulah yang kemudian “angayomi ing tyas wening” memproteksi di dalam hati yang jernih.

    Hendaklah kita mengosongkan hati kita dari segala sesuatu, bahkan kosong dari kedirian kita sendiri. Kita harus dapat menghancurkan ego kita, karena Hakikat Keindahan tidak akan menerima dualitas. Dia adalah Maha Pencemburu, tak rela bila diduakan. Tiada tempat bagi aku dan engkau. Yang ada hanyalah Dia. Itulah makna dari “suwung sejatining isi”, kosong tapi hakikatnya berisi. Dan isi dari kekosongan itu adalah “cipta sayektos”, Realitas Sejati.

    4. Lakonana klawan sabaraning kalbu, Lamun obah niniwasi, Kasusupan setan gundhul, Ambebidung nggawa kendhi, Isine rupiah kethon.

    Segalanya itu harus dijalankan dengan penuh kesabaran hati. Sebab jika bergeser (dari hidup yang penuh kebajikan) akan menderita kehancuran. Kemasukan setan gundul, yang menggoda membawa kendi berisi uang banyak.

    Segala bentuk laku, harus kita jalankan dengan penuh kesabaran hati. Kesabaran di sini adalah sebentuk ketegaran dari tiap godaan yang mungkin timbul dalam laku spiritual. Kita harus mampu memfokuskan tiap daya, cipta, dan rasa kita pada satu titik tujuan, yaitu Kebenaran. Dan kita haruslah meneguhkannya, jangan sampai bergeser sedikitpun pada tujuan tersebut.

    Kebergeseran dari tujuan, akan membawa kita pada penderitaan, bahkan kehancuran. Penderitaan di sini bukanlah kekurangan akan gemerlapnya harta dunia, tapi penderitaan akibat keterpisahan dari Sang Kekasih; keberjarakan antara pecinta dan Kekasih. Keterpisahan akan menyebabkan kerinduan, dan kerinduan itulah yang dimaksudkan dengan penderitaan. Apabila kerinduan akibat keterpisahan itu berlarut, itulah kehancuran yang sesungguhnya. Si pencinta selalu terpisah dari Sang Tercinta.

    Idiom setan gundul dalam syair ini bukan hanya mengacu pada bentuk, tapi juga tabiat dari setan gundul itu sendiri. Wujud Setan gundul adalah sebentuk anak kecil dengan kepala gundul, tanpa sehelai pun bulu yang menempel di tubuhnya, baik di wajah ataupun di bagian mana pun dari tubuhnya. Ia licin dan lucu. Apabila tidak terbentuk suatu image tentang setan gundul yang menggelikan, kita akan merasa tergoda untuk bercanda bahkan berkawan dengan dia. Lucu dan menggemaskan.

    Kebiasaan setan gundul adalah mencuri uang. Ia akan mempersembahkan hasil curiannya pada majikan yang dipertuannya. Dalam syair di atas setan gundul yang menggoda membawa kendi yang penuh berisi uang. Sebentuk godaan duniawi yang sangat menggiurkan. Tidak membawa kendi berisi uang pun, setan gundul sudah identik dengan penghasil uang, apalagi bila ia membawa kendi yang penuh berisi uang. Jadi, idiom setan gundul digunakan oleh Ki Pujangga sebagai bentuk godaan akan gemerlapnya harta dunia.

    5. Lamun nganti korup mring panggawe dudu, Dadi panggonaning iblis, Mlebu mring alam pakewuh, Ewuh mring pananing ati, Temah wuru kabesturon.

    Bila terpengaruh akan perbuatan yang bukan-bukan, sudah jelas akan menjadi sarang iblis, senantiasa mendapatkan kesulitas-kesulitan, mamasuki alam kecanggungan, tidak dapat berbuat dengan itikad hati yang baik, hingga jiwanya menjadi terganggu.

    Apabila kita tergoda pada perbuatan yang tidak mengarah pada tujuan hidup kita, sudah pasti hati kita akan menjadi sarang iblis. Iblis adalah makhluk yang selalu mengajak kita pada segala sesuatu yang dapat membelokkan hati kita pada jalan keilahian. Sebuah kenaifan apabila kita menempatkannya di dalam hati kita, kita akan selalu dibawanya pada jalan yang akan menjauhkan kita pada Kebenaran.

    Seseorang yang hatinya menjadi sarang iblis akan senantiasa mendapatkan kesulitan dan kerepotan. Kesulitan dan kerepotan di sini bukanlah kesulitan dan kerepotan dalam hal keduniawian. Bisa saja dia tercukupi kebutuhan hidupnya. Kesulitan di sini adalah kesulitan dalam menemukan jalan kebenaran, jalan keilahiahan. Karena iblis akan selalu berusaha menutupi, bahkan membelokkan.

    Kebenaran akan semakin terhijab. Ia akan menjadi orang yang serba canggung; berbuat ini salah, itu salah, hingga tidak ada keberanian untuk melakukan sesuatu karena selalu dihantui pada kesalahan-kesalahan. Hal itu terjadi karena dalam tiap tindakannya tidak didasari pada pengendapan atau penyaringan di dalam hati. Ketakutan yang menghantui dirinya, pada titik tertentu akan menbuat jiwanya menjadi terganggu. Ia tidak akan bisa berpikir secara jernih, apalagi menggunakan hatinya sebagai penyaring. Hatinya akan mati, ia akan menjadi orang yang tanpa perasaan.

    6. Nora kengguh mring pamardi reh budyayu, Hayuning tyas sipat kuping, Kinepung panggawe rusuh, Lali pasihaning Gusti, Ginuntingan dening Hyang Manon

    Bila sudah terlanjur demikian, tidak tertarik terhadap perbuatan yang menuju kepada kebajikan. Segala yang baik-baik lari dari dirinya, sebab sudah diliputi perbuatan dan pikiran yang jelek. Sudah melupakan cinta kasih Tuhan. Ajaran-Nya sudah musnah berkeping-keping dari dirinya.

    Orang yang sudah terlanjur terganggu kejiwaannya akibat hatinya telah menjadi sarang iblis, ia tidak akan tertarik pada perbuatan yang dapat membawanya kepada kebajikan. Hatinya telah dikuasai oleh iblis, dan hati adalah sentral dari seluruh organ tubuh. Jadi seluruh organ tubuhnya akan senantiasa dikendalikan oleh iblis. Sinonim dari iblis adalah kesesatan dalam pembangkangan.

    Segala kebajikan akan menjauh darinya, karena iblis akan selalu membawanya menjauh dari kebajikan tersebut. Jiwa dan raganya sudah dikuasai oleh kekuatan keburukan, ia akan menolak segala kebaikan yang mendekatinya.

    Kesadaran akan keberadaan ketuhanan sudah terlupakan, bahkan hilang sama sekali dari dalam dirinya. Ia tidak lagi menyadari cinta kasih Tuhan yang selalu mencintai dan mengasihinya. Sedemikian kuat iblis menguasai hati seseorang hingga mampu menolak kesadaran akan cinta kasih Tuhan.

    Semua ajaran yang pernah diterimanya tentang Tuhan, sudah musnah dari dirinya. Ia menjadi serpihan yang tak kan bisa tersusun lagi menjadi sebuah bentuk. Semua jalan yang pernah ia kenal dalam menuju ke kehadirat Ilahi, sudah terlupakan, bahkan hilang sama sekali.

    7. Parandene kabeh kang samya andulu, Ulap kalilipen wedhi, Akeh ingkang padha sujut, Kinira yen Jabaranil, Kautus dening Hyang Manon.

    Namun demikian yang telah “melihat”, matanya bagai kemasukan pasir, banyak yang menyerah pada keadaan, menganggap bahwa Jabaranil adalah utusan Tuhan.

    Bagi orang yang “melihat” kebaikan dan keburukan di muka bumi, ia masih tidak mampu untuk membedakannya. Tidak mampu memilah; mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang nyata dan mana yang semu. Karena demikian tipis bedanya. Orang yang melihat bagaikan matanya kemasukan pasir. Ia tidak akam mampu mengamati dengan teliti karena terhalang oleh keragu-raguan pada dirinya.

    Tak sedikit mereka yang menyerah pada keadaan. Yang terjadi biarlah terjadi, dan tidak berusaha untuk peduli. Ia hanya mementingkan kepentingannya sendiri. Dengan kata lain, ia hanya memperhatikan keindahan di dalam, tanpa memperhatikan keindahan di luar. Ia tidak sadar, keindahan di luar juga sangat berpengaruh di dalam spiritualitas seseorang. Ketidakpedulian terhadap lingkungan sekitar akan memunculkan egoisme, kedirian. Dan ego tidak akan mungkin dapat mendekat pada Kebenaran.

    Jabaranil adalah satu sosok person yang penuh misteri. Dia berwujud sesosok manusia yang mengaku mendapatkan wahyu keilahiahan dan mendapat wewenang untuk membimbing manusia ke jalan “yang benar”. Ia pandai merayu dengan iming-iming gemerlapnya harta dunia bahkan kebahagiaan di akhirat kelak. Ia juga pandai memutarbalikkan fakta, hingga tiada lagi batas antara kesesatan dan kebenaran; dia sesat dan menyesatkan. Itulah kenapa saya tetap menggunakan bahasa aslinya, tidak mencoba untuk menterjemahkannya. Angapan bahwa Jabaranil adalah utusan Tuhan, bermula dari ketidakmampuan dalam pemilahan, hingga yang semu dianggap nyata. Fenomena ini di kemudian hari kita kenal dengan istilah “nabi palsu”.

    Kunci dari syair ini adalah pada kata “andulu”. Andulu secara harfiah bermakna melihat. Tapi dapat juga dipakai untuk maksud mendeteksi dengan indera. Jadi, syair ini adalah salah satu bentuk kritisisasi terhadap keterbatasan indera. Indera hanya mampu menangkap realitas dengan batas-batas tertentu saja. Ia tidak mempunyai kemampuan untuk memaknai, apalagi memahamkan.  

    8. Yeng kang uning marang sejatining dawuh, Kewuhan sajroning ati, Yen tiniru ora urus, Uripe kaesi-esi, Yen niruwa dadi asor

    Namun bagi yang menyadari akan hakikat perintah, sebenarnya repot didalam pikiran melihat contoh-contoh tersebut. Bila diikuti hidupnya akan tercela, akan disia-siakan, akhirnya menjadi sengsara.

    Bagi yang menyadari akan keberadaan Relaitas Sejati, ia juga akan mengerti tentang apa yang sebenarnya diinginkanNya. Namun ia juga tidak luput dari kebingungan di dalam dirinya. Ia akan mengalami kesulitan di dalam mengungkapkan pengalaman-pengalaman spiritualnya. Keinginan untuk menyampaikan kebenaran terhalang oleh minimnya bahasa untuk menjelaskannya.

    Pengalaman spiritual yang dialaminya sendiri, sangatlah berbeda dengan realitas yang tampak di dunia. Dan apabila dia sudah tidak mampu lagi membendung “kebenaran” tersebut, maka kebenaran itu dengan sendirinya akan keluar dari dalam dirinya, baik melalui ucapan ataupun melalui perbuatan. Baik hal itu disadari ataupun tidak. Kebenaran akan keluar.

    Ketidaksiapan orang-orang di sekitarnya dalam menerima kebenaran tersebut, akan menyebabkan ia dikucilkan dari masyarakat. Dianggap gila, tidak waras, bahkan dianggap sesat. Ia akan disia-siakan oleh masyarakat. Hal itulah yang membuatnya mengalami penderitaan di dunia.

    9. Nora ngandel marang gaibing Hyang Agung, Anggelar sakalir-kalir, Kalamun temen tinemu, Kabegjane anekani, Kamurahane Hyang Manon.

    Tidak percaya kepada kegaiban Ilahi, yang menitahkan bumi dan langit, siapa yang berusaha dengan setekun-tekunnya dalam menemukan kebenaran, ia akan memegang keberuntungan. Semua itu karena kemurahhatian Tuhan.

    Itulah hukuman bagi orang yang tidak mampu menyimpan rahasia Ilahi. Ia mengungkapkan kebenaran tidak pada tempatnya. Ia tidak menyadari, kebenaran yang diperolehnya adalah hadiah yang disematkan untuk dirinya sendiri. Agar dia selalu terbimbing di dalam jalan keilahiahan. Tuhanlah yang menitahkan bumi dan langit, dan Dia berkuasa penuh atasnya. Hanya Dialah yang mampu menyingkapkan kebenaran, karena Dia adalah Kebenaran itu sendiri.

    Siapa pun yang dengan segala daya dan upaya berusaha dalam menemukan Kebenaran, ia akan menemukannya. Dan dia akan memegang Kebenaran tersebut dengan kuat, tak ingin melepaskannya lagi. Itulah orang-orang yang beruntung; yaitu orang yang telah menemukan Kebenaran dan memegangnya. Ia menjadikan Kebenaran sebagai pegangan dalam tiap langkah yang diambilnya dalam menapaki kehidupan di dunia. Semua itu ia dapatkan karena kemurahhatianNya. Tidak lain.  

    10. Hanuhoni kabeh kang duwe panuwun, Yen temen-temen sayekti, Dewa aparing pitulung, Nora kurang sandhang bukti, Saciptanira kelakon

    Selalu memenuhi permohonan bagi yang meminta, bila dilakukan dengan setulus hati. Tuhan akan selalu memberi pertolongan, tidak kurang bukti-bukti yang tampak, sekehendaknya akan tercapai.

    Tuhan akan mengabulkan setiap permintaan apabila itu dilakukan dengan kesungguhan. Kesungguhan di sini bukan hanya dari segi pengucapan ataupun niatnya saja, tapi haruslah dibarengi dengan ketulusan dalam tindakan. Ia haruslah berusaha sekuat tenaga meraih apa yang menjadi idam-idamannya. Itulah makna dari “sayekti”.

    Dan Tuhan akan selalu memberikan pertolongannya pada orang yang “sayekti”. Sudah banyak bukti yang tergelar di hadapan kita tentang pertolongan Tuhan tersebut. Orang yang dengan kuat memegang Kebenaran, apa yang diinginkannya akan tercapai. Karena dia sudah lebur di dalam Kebenaran itu sendiri, hingga sudah tidak ada lagi dia, yang ada adalah Dia, dengan D besar. Maka tidaklah dia melempar ketika dia melempar, tapi Dia yang melempar. Tidaklah dia berkehendak ketika dia berkehendak, tapi Dialah yang berkehendak.

    11. Ki Pujangga nyambi paraweh pitutur, Saka pengunahing Widi, Ambuka warananipun, Aling-aling kang ngalingi, Angilang satemah katon

    Sambil memberi petuah, Ki Pujangga dengan izin Tuhan akan membuka selubung yang menjadi rahasia Tuhan. Selubung yang menutupi sebuah rahasia, sehingga dapat diketahui.

    Dengan seizin Tuhan, Ki Pujangga selain memberikan petuah-petuah tentang kesempurnaan hidup, juga akan membuka sebuah selubung yang selama ini menjadi rahasia Tuhan. Ia akan berusaha membukanya hingga tidak ada lagi yang menutupinya. Membuka rahasia yang selama ini tertutupi dan menyingkapkannya kepada khalayak.  

    12. Para jalma sajroning jaman pakewuh, Sudranira andadi, Rahurune saya ndarung, Keh tyas mirong murang margi, Kasekten wus nora katon Manusia-manusia yang hidup didalam zaman canggung, cenderung merusak. Kerusakan yang ditimbulkannya makin menjadi-jadi. Banyak pikiran-pikiran yang tidak berjalan diatas rel kebenaran, kasekten sudah tidak tampak.

    Syair ini menggambarkan bagaimana terjadinya zamam “pakewuh”, Zaman Canggung; zaman serba salah. Zaman ini dicirikan dengan kecenderungan pada manusia yang hidup di zaman itu untuk melakukan pengrusakan di mana-mana. Dan kerusakan yang ditimbulkannya sedemikian hebat hingga tidak mungkin lagi untuk ditanggulangi.

    Dalam zaman “pakewuh”, banyak pikiran orang-orang yang sudah tidak berjalan lagi pada rel kebenaran. Mereka sudah dirasuki oleh nafsu angkara, hingga tak sedikit pun kebenaran terbersit di dalam dirinya. Kebenaran seolah-olah sudah lenyap dari muka bumi.

    Kasekten sudah tidak Nampak di muka bumi. Sengaja saya tidak berusaha menterjemahkan kata kasekten, karana takut memberikan pemahanam yang keliru pada kata tersebut. Secara harfiah, kasekten diterjemahkan sebagai kesaktian. Dalam kata kesaktian, kita akan terbawa pada suatu sosok yang penuh dengan daya magis hingga mempu melakukan perbuatan yang tidak masuk akal. Tapi keterangan ini juga masih rancu, terutama bila dibandingakan dengan ahli klenik dan ahli magis.

    Kasekten biasanya didapat dari sebuah laku. Dalam laku tersebut, seseorang haruslah mampu melewati tahap-tahap tertentu dalam olah jiwa dan raga. Kasekten adalah hasil maksimal yang diperoleh sang tapa dalam laku. Dengan kasekten yang diperolehnya, ia akan menjadi orang yang bijak, mampu memaksimalkan kekuatan fisik sekaligus kekuatan batinnya.  

    13. Katuwane winawas dahat matrenyuh, Kenyaming sasmita sayekti, Sanityasa tyas malatkunt, Kongas welase kepati, Sulaking jaman prihatos

    Lama kelamaan makin menimbulkan perasaan prihatin dalam diri orang yang mempunyai kasekten, merasakan sasmita tersebut, senantiasa merenung. Angkara murka sudah mengalahkan cinta kasih. Zaman penuh keprihatinan tersebut.

    Melihat tanda-tanda yang diberikan Sang Waktu, para bijak semakin prihatin. Ia makin tenggelam dalam perenungan. Kekacauan, kejahatan, dan pengrusakan sudah mencapai puncaknya. Angkara murka sudah merasuk dalam diri manusia yang hidup pada zaman itu. Tak ada lagi cinta kasih tercermin dalam perbuatan manusia. Tanda-tanda zaman jelas-jelas memprihatinkan.  

    14. Waluyane benjang lamun ana wiku, Memuji ngesthi sawiji, Sabuk tebu lir majenum, Galib edan tudang tuding, Anacahken sakehing wong Zaman Canggung itu akan selesai kelak bila sudah mencapat tahun 1877 (Wiku=7, Memuji=7, Ngesthi=8, Sawiji=1. Itu bertepatan dengan tahun Masehi 1945). Ada orang yang berikat pinggang tebu perbuatannya seperti orang gila, hilir mudik menunjuk kian kemari, seolah menghitung banyaknya orang.

    Ki Pujangga meramalkan berakhirnya Zaman Canggung itu adalah pada tahun saka 1877, yang bertepatan dengan tahun 1945 masehi. Hal itu sudah terbukti dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tahun tersebut. “Wiku memuji ngesti sawiji”, selain menunjukkan suatu angka tahun, juga merupakan kalimat yang mengandung suatu makna. Wiku berarti pertapa; memuji berarti memuja atau mengagungkan; ngesti berarti memproteksi diri demi satu tujuan mulia; sawiji berarti manunggal. Jadi wiku memuji ngesti sawiji dapat diartikan sebagai seorang pertapa yang mengagungkan nama Tuhan dengan suatu laku agar dia dapat manunggal dalam keilahian.

    Ia juga meramalkan munculnya seorang tokoh yang berikat pinggang tebu. Idiom tebu biasa digunakan oleh orang-orang Jawa untuk menggambarkan seseorang yang mempunyai kebulatan tekat. Tebu berasal dari kata “anteping kalbu”, kebulatan batin. Orang yang berikat pinggang tebu adalah orang yang mampu menyatukan segala daya dan upayanya untuk satu tujuan demi keluhuran jiwa. Ikat pinggang biasa digunakan untuk melambangkan orang yang bisa menyatukan massa; menyatukan orang-orang, untuk satu tujuan. Dalam konteks ini adalah kemerdekaan Indonesia.

    Tokoh tersebut digambarkan seperti orang gila. Idiom orang gila biasa digunakan untuk orang yang terobsesi oleh idealimenya. Ia demikian terhegemoni hingga semua ucapan dan tingkah lakunya mengarah pada tujuannya tersebut. Dalam syair ini Ki Pujangga menggunakan kata Majnun, sebuah nama yang tidak asing lagi di dunia tasawuf. Majnun adalah tokoh yang tergila-gila pada Laila; seorang lelaki pemuja wanita. Kalau mau kita artikan lebih dalam, Majnun dapat pula kita maknai sebagai seseorang yang terobsesi oleh kegelapan; terpesona oleh “gaibing Hyang Agung”.

    Sang tokoh juga digambarkan selalu hilir-mudik menunjuk kian kemari, seolah menghitung banyaknya orang. Ini menggambarkan seorang orator ulung yang dalam tiap orasinya selalu mendapatkan sambutan massa. Dari sini saya mulai mencurigai seorang tokoh yang kharismanya sama persis dengan tokoh yang digambarkan dalam syair tersebut. Dia adalah bapak proklamator kita, Soekarno. Besar kemungkinan Beliaulah yang diramalkan sebagai Majnun oleh Ki Pujangga.  

    15. Iku lagi sirap jaman Kala Bendu, Kala Suba kang gumanti, Wong cilik bisa gumuyu, Nora kurang sandhang bukti, Sedyane kabeh kelakon

    Disitulah baru mereda Zaman Kala Bendu. Diganti dengan Zaman Kala Suba. Rakyat kecil bersuka ria, inilah tanda-tanda sebagai bukti bermulanya suatu zaman. Tercapai satu tujuan bersama.

    Pada saat berakhirnya Zaman Canggung, maka mulai meredalah zaman “Kala Bendu”. Zaman kala bendu adalah zaman yang digambarkan dengan kekacauan dan pengrusakan yang demikian dahsyat, lebih dahsyat dari yang terjadi pada Zaman Canggung. Kedahsyatan Zaman Kala Bendu sering digambarkan dengan “bumi gonjang-ganjing langit kelap-kelap”, bumi mengalami kegoncangan yang dahsyat hingga langit menjadi tergetar.

    Meredanya Zaman Kala Bendu adalah pertanda mulainya Zaman Kala Suba. Zaman Kala Suba digambarkan dengan kesuka-riaan rakyat kecil karena sudah terbebas dari penindasan. Mereka mulai menjalankan aktivitasnya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan damai. Roda perekonomian mulai terbangun. Kebutuhan akan sandang dan pangan tercukupi. Bukti inilah yang menguatkan tercapainya satu tujuan bersama, yaitu kemerdekaan. Bermulanya suatu babak baru, keterbebasan dari penjajahan.  

    16. Pandulune Ki Pujangga durung kemput, Mulur lir benang tinarik, Nanging kaseranging ngumur, Andungkap kasidan jati, Mulih mring jatining enggon Sayang sekali “penglihatan” Ki Pujangga belum sampai tuntas, bagaikan menarik benang dari ikatannya. Namun karena umur sudah tua sudah merasa hampir datang saatnya meninggalkan dunia yang fana ini.

    Syair ini menggambarkan suatu penyesalan dari Ki Pujangga, karena Beliau tidak sempat “melihat” tanda-tanda hingga tuntas karena keterbatasan umur. Ia tidak sempat menarik benang hingga tuntas dari ikatannya. Masih ada rahasia yang belum sempat ia ungkapkan; sebuah mesteri.

    Beliau sudah melihat batas akhir dari hidupnya di dunia melalui mata batinnya, “kasidan jati”, tanda-tanda yang jelas; tidak ada keraguan di dalamnya. Ia harus berpulang ke haribaan Hyang Agung.  

    17.Amung kurang wolung ari kang kadulu, Tamating pati patitis, Wus katon neng lokil makpul, Angumpul ing madya ari, Amerengi Sri Budha Pon.

    Yang terlihat hanya kurang 8 hari lagi, sudah ditentukan waktunya. Jelas tertulis di Laufil Magfuz. Kembali menghadap Tuhannya. Tepatnya pada hari Rabu Pon.

    Batas akhir hidup Ki Pujangga tinggal delapan hari lagi sejak syair ini digubah. Akhir hayat seseorang sudah ditentukan.

    Ia tidak bisa mengelak atau menangguhkan. Ia harus menghadap pada waktu yang telah ditentukan. Seluruh catatan tentang perjalanan hidup seseorang sudah jelas tertulis di Laufil Magfuz. Tidak ada satu pun kejadian yang terlewatkan dari catatan tersebut. Seluruh makhluk masing-masing mempunyai catatan di sana, tak terkecuali. Dari sasmita yang diterima, Ki Pujangga mengetahui bahwa ia harus menghadap Tuhannya tepat pada hari Rabu Pon.

    18. Tanggal kaping lima antarane luhur, Selaning tahun Jimakir, Taluhu marjayeng janggur, Sengara winduning pati, Netepi ngumpul sak enggon Tanggal 5 bulan Sela tahun Jimakir Wuku Tolu, Windu Sengara, kira-kira waktu Lohor. Ketika matahari tepat di tengah-tengah. Tiada mungkin mengangguhkan kematian. Itulah saat yang ditentukan Ki Pujangga menyatu dalam Ketunggalan. Waktu yang ditentukan itu adalah tanggal 5 Bulan Sela (Dulkangidah) Tahun Jimakir Wuku Tolu Sindu Senggara dalam perhitungan Tahun Saka, bertepatan dengan tanggal 24 Desember tahun 1873 Masehi, kira-kira pada tengah hari (waktu Lohor). “Netepi kumpul sak enggon”, dapat juga diartikan dengan “Manunggal”. Dari sini jelas bahwa kematian bagi Ki Pujangga adalah saat yang sangat dinanti-nantikannya, karena ia akan menyatu dengan Hyang Agung. Saat kekasih menyatu dengan Sang Kekasih.

    19. Cinitra ri budha kaping wolulikur, Sawal ing tahun Jimakir, Candraning warsa pinetung, Sembah mekswa pejangga ji, Ki Pujangga pamit layoti

    Karya ini ditulis dihari Rabu tanggal 28 Sawal tahun Jimakir 1802. Ki Pujangga pamit pada jasad. (Sembah=2, Muswa=0, Pujangga=8, Ji=1, bertepatan dengan tahun masehi 1873).

    Karya ini ditulis sebagai bentuk permohonan pamit Ki Pujangga sebelum Beliau berpulang ke haribaan Hyang Agung. Ditulis pada hari rabu, tanggal 28 Sawal tahun Jimakir 1802, bertepatan dengan tanggal 27 Oktober tahun 1873 Masehi.

    Dalam menulis angka tahun, Ki Pujangga menggunakan kalimat “Sembah mekswa pejangga ji”. Sembah dapat diartikan sebagai penghormatan yang setinggi-tingginya; mekswa berasal dari kata muswa, kembali kepada kesucian, kekosongan; pejangga dari kata pujangga yang makna harfiahnya adalah ular. Kata pujangga biasa digunakan untuk orang yang mempunyai kebijaksanaan yang demikian panjang dan lentur dalam menyikapi setiap permasalahan, ia bijak dalam membaca situasi dan kondisi, dan tahu bagaimana dan dimana menempatkan kebijakan yang ada padanya. Biasanya kata pujangga digunakan untuk merujuk pada orang bijak bestari. Kata ji berasal dari kata sawiji yang merujuk pada ketunggalan. Jadi, kalimat tersebut kira-kira berarti “penghormatan yang setinggi-tingginya dari Ki Pujangga untuk seluruh makhluk yang akan ditinggalkannya di dunia. Dia sendiri sudah memasuki alam kehampaan, di mana kediriannya sudah musnah dan melebur dalam Ketunggalan. Ia akan berpulang ke haribaan Sang Pujangga”.

    “Pamit layoti” adalah sebentuk ucapan perpisahan pada jasad yang akan ditinggalkan. Kalimat ini ditujukan Ki Pujangga pada jasad yang selama ini telah menampung “diri” dan dengan setia menemaninya selama hidup di dunia. Ada kesan Ki Pujangga memberikan penghargaan dan terimakasih sedalam-dalamnya pada jasad yang telah menampungnya. Hal itu menandakan bahwa ia menjaga keharmonisan antara lahiriah dan batiniah; keindahan di dalam sekaligus keindahan di luar, syarat utama dalam laku spiritual.

    Selamat berbahagia dalam “Penyatuan” Ki Pujangga, Sabdojatimu menjadi suluh dalam gelapku.

    senja kertamukti juli dua enam ribu delapan.

    Ditulis Oleh: joni sujono ( Murid di ICAS Jakarta)
    Sumber Link : http://ahmadsamantho.wordpress.com

    Itulah tadi pembeberan/penjelasan isi dari serat sabdojati ...mudah mudahan kita semua bisa mengambil
    makna yang baik pada tulisan ini.salam.......
    Di tulis Oleh :


    Translate to : by

    postingan ini berkategori NASKAH / SASTRA dengan judul Sarah Serat Sabdodjati RONGGO WARSITO . Jangan lupa menyertakan URL http://joyodrono-cahmabung.blogspot.com/2011/08/sarah-serat-sabdodjati-ronggo-warsito.html . Jika ingin memposting ulang . Terima kasih!

    5 komentar untuk " Sarah Serat Sabdodjati RONGGO WARSITO "

    Unknown mengatakan...

    JIKA ANDA BUTUH ANGKA GAIB/ RITUAL(SGP) 2D-3D-4D hub:KYAI AHMADDAHLAN (0_8_2_3_3_3_3_8_3_4_4_1)ATAU KUNJUNGI (blog kyai)ATAU KLIK LANGSUNG-WEBzite ASLI BELIAU/ http://kyaiahmaddahlan.weebly.com thanks buat room sobat…

    JIKA ANDA BUTUH ANGKA GAIB/ RITUAL(SGP) 2D-3D-4D hub:KYAI AHMADDAHLAN (0_8_2_3_3_3_3_8_3_4_4_1)ATAU KUNJUNGI (blog kyai)ATAU KLIK LANGSUNG-WEBzite ASLI BELIAU/ http://kyaiahmaddahlan.weebly.com thanks buat room sobat…

    JIKA ANDA BUTUH ANGKA GAIB/ RITUAL(SGP) 2D-3D-4D hub:KYAI AHMADDAHLAN (0_8_2_3_3_3_3_8_3_4_4_1)ATAU KUNJUNGI (blog kyai)ATAU KLIK LANGSUNG-WEBzite ASLI BELIAU/ http://kyaiahmaddahlan.weebly.com thanks buat room sobat…

    JIKA ANDA BUTUH ANGKA GAIB/ RITUAL(SGP) 2D-3D-4D hub:KYAI AHMADDAHLAN (0_8_2_3_3_3_3_8_3_4_4_1)ATAU KUNJUNGI (blog kyai)ATAU KLIK LANGSUNG-WEBzite ASLI BELIAU/ http://kyaiahmaddahlan.weebly.com thanks buat room sobat…

    JIKA ANDA BUTUH ANGKA GAIB/ RITUAL(SGP) 2D-3D-4D hub:KYAI AHMADDAHLAN (0_8_2_3_3_3_3_8_3_4_4_1)ATAU KUNJUNGI (blog kyai)ATAU KLIK LANGSUNG-WEBzite ASLI BELIAU/ http://kyaiahmaddahlan.weebly.com thanks buat room sobat…

    JIKA ANDA BUTUH ANGKA GAIB/ RITUAL(SGP) 2D-3D-4D hub:KYAI AHMADDAHLAN (0_8_2_3_3_3_3_8_3_4_4_1)ATAU KUNJUNGI (blog kyai)ATAU KLIK LANGSUNG-WEBzite ASLI BELIAU/ http://kyaiahmaddahlan.weebly.com thanks buat room sobat…

    Unknown mengatakan...

    UNTUK INFO RAMALAN ANGKA TOGEL HARI INI Hb ki santanu no 082 317 877 775,KAMI JAMIN ANGKA
    YG DIBERIKAN TEMBUS 100%,DAN PASTINYA ANDA AKAN MENJADI MEMBER/PEMENANG DI PREDIKSI TOGEL
    HARI INI.

    Unknown mengatakan...

    nah yang suka togel silahkan ......hub dari dua di atas....di jamin gaktahu deh!.....ha ha ha

    togel singapore 2020 mengatakan...

    Prediksi togel singapura | Togel Hongkong | Togel Malaysia | Togel Macau | Togel Sidney | Togel Cambodia | Togel Thailand | Togel Semarang | Togel Laos | Togel Magnum | Togel Taipai | Prediksi kudalari hari ini

    Unknown mengatakan...

    Terima kasih Mbah,Suryo angka yg diberikan sma Mbah,tembus lagi ahirnya saya sudah buktikan 3x kemenangan main togel,jika anda sering kala main togel hub:Mbah,Suryo No.082342997888 JAMIN TIDAK KECEWA 100% pasti terbukti..

    Terima kasih Mbah,Suryo angka yg diberikan sma Mbah,tembus lagi ahirnya saya sudah buktikan 3x kemenangan main togel,jika anda sering kala main togel hub:Mbah,Suryo No.082342997888 DI JAMIN TIDAK KECEWA 100% pasti terbukti..

    On Facebook

    Pengikut

    On Twitter

    News Google