Soekarno dilahirkan dengan nama Kusno Sosrodihardjo. Ayahnya bernama Raden
Sukemi Sosrodihardjo, seorang guru di Surabaya, Jawa. Ibunya berasal dari Bali. Ibunya,menceritakan makna kelahiran di waktu fajar. "Kelak engkau akan menjadi orang yangmulia, engkau akan menjadi pemimpin dari rakyat kita, karena ibu melahirkanmu jamsetengah enam pagi di saat fajar mulai menyingsing. Kita orang Jawa mempunyai suatukepercayaan, bahwa orang yang dilahirkan di saat matahari terbit, nasibnya telahditakdirkan terlebih dulu. Jangan lupakan itu, jangan sekali-kali kau lupakan, nak, bahwaengkau ini putra dari sang fajar." (Adams, 2000:24)
Tanggal kelahiran Soekarno pun dipandangnya sebagai pertanda nasib baik. "Hari lahirku ditandai oleh angka serba enam. Tanggal enam bulan enam. Adalah menjadi nasibku yang paling baik untuk dilahirkan dengan bintang Gemini, lambang kekembaran. Dan memang itulah aku sesungguhnya. Dua sifat yang berlawanan." (Adams, 2000:25)
Soekarno melihat dirinya yang terdiri dari dua sifat yang berlawanan sebagai satu
kemungkinan pertanda nasibnya di dunia politik. "Karena aku terdiri dari dua belahan,
aku dapat memperlihatkan segala rupa, aku dapat mengerti segala pihak, aku memimpin
semua orang. Boleh jadi ini secara kebetulan bersamaan. Boleh jadi juga pertanda lain.
Akan tetapi kedua belahan dari watakku itu menjadikanku seseorang yang merangkul
semua-nya." Kejadian lain yang dianggap pertanda nasib oleh Soekarno adalah
meletusnya Gunung Kelud saat ia lahir. Tentang ini ia menyatakan, "Orang yang percaya
kepada takhayul meramalkan, 'Ini adalah penyambutan terhadap bayi Soekarno," Selain
itu, penjelasan tentang penggantian nama Kusno menjadi Karno pun memberi satu mitos
lagi dalam diri Soekarno kecil tentang dirinya sebagai calon pejuang dan pahlawan
bangsanya.
Kepercayaan akan pertanda-pertanda yang muncul di hari kelahiran Soekarno
memberi semacam gambaran masa depan dalam benak Soekarno sejak masa kecilnya.
Dalam kerangka pemikiran Adler, gambaran masa depan itu disebut fictional final goals
(tujuan akhir fiktif). Meskipun fiktif (tak didasari kenyataan), tetapi gambaran masa
depan ini berperan menggerakkan kepribadian manusia untuk mencapai kondisi yang
tertuang di dalamnya (Adler, 1930:400). Riwayat hidup Soekarno memperlihatkan
bagaimana gambaran dirinya di masa depan dan persepsinya tentang Indonesia
menggerakkannya mencapai kemerdekaan Indonesia. Ketika kecil Soekarno tinggal
bersama kakeknya di Tulungagung, Jawa Timur.
Pada usia 14 tahun, seorang kawan bapaknya yang bernama Oemar Said Tjokroaminoto mengajak Soekarno tinggal di Surabaya dan disekolahkan ke Hoogere Burger School (H.B.S.) di sana. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu. Soekarno kemudian bergabung dengan organisasi Jong Java (Pemuda Jawa). Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung, dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung, Soekarno berinteraksi dengan Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij. Soekarno sebagai ideolog yang piawai menyebarkan kepercayaan-kepercayaannya. Strategi penyebaran ideologi yang oleh Terry Eagleton (1991) terdiri dari rasionalisasi, universalisasi, dan naturalisasi, dengan baik dimanfaatkan Soekarno dalam tulisan-tulisannya. Rasionalisasi tampil dalam argumentasi-argumentasi yang diusahakan tersusun selogis mungkin dan menggunakan rujukan-rujukan teori-teori ilmuwan terkemuka seperti Herbert Spencer, Havelock Ellis, dan Ernst Renan.
Rasionalisasi dapat ditemukan dalam setiap karangannya, termasuk
penggunaan data statistik demi memperkuat pendapatnya. Strategi universalisasi dalam
tulisan dan karangan Soekarno melibatkan ajaran-ajaran agama kutipan dari tokoh
ternama dalam sejarah dan peristiwa penting dalam peradaban manusia. Gagasan-
gagasannya seolah berlaku universal dan diperlukan di mana-mana."Firman Tuhan inilah
gitaku, Firman Tuhan inilah harus menjadi pula gitamu: "Innallaha la yu ghoiyiru ma
bikaumin, hatta yu ghoiyiru ma biamfusihim" (Pidato 17 Agustus 1964) "Asal kita setia kepada hukum sejarah dan asal kita bersatu dan memiliki tekad baja, kita bias
memindahkan Gunung Semeru atau Gunung Kinibalu sekalipun". (Pidato 17 Agustus 1965) "Tetapi Tanah Air kita Indonesia hanya satu bahagian kecil saja dari pada dunia!
Ingatlah akan hal ini! Gandhi berkata: "Saya seorang nasionalis, tetapi kebangsaan saya adalah perikemanusiaan." (Pidato Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945) Strategi naturalisasi merupakan usaha menampilkan sebuah ideologi atau kepercayaan sebagai sesuatu yang tampak alamiah. Ini banyak ditemukan dalam pidato-pidato Soekarno.
Penjelasan- penjelasannya tentang Pancasila sangat jelas menggunakan naturalisasi. "Ke Tuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial. Dari zaman dahulu sampai zaman sekarang ini, yang nyata selalu menjadi isi daripada jiwa bangsa Indonesia." (Pancasila sebagai Dasar Negara, hal:38) Bukan hal yang aneh jika Soekarno berkembang menjadi seorang ideolog. Kepercayaan sejak kecil tentang kemuliaan, kepeloporan dan kepemimpinannya, mendorong kuat Bung Besar ini menyebarkan kebenarannya. Gambaran diri yang fiktif dan mistis ini pula yang memberinya kepercayaan diri tampil berapi-api di depan lautan massa. Pergerakan nasional.
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung. Organisasi
ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Pada tahun 1926 ini pula terbit artikelnya yang terkenal "Nasionalisme, Islamisme dan
marxisme" dalam suluh Indonesia muda, pernyataan Soekarno dalam artikel tersebut
"Bukan kita mengharap yang nasionalis itu supaya berobah faham jadi Islamis atau
Marxis, bukannya maksud kita menyuruh Marxis dan Islamis itu berbalik menjadi
Nasionalis, akan tetapi impian kita yalah kerukunan, persatuan anatra tiga golongan itu".ditulis akibat keprihatinan dia atas perseteruan SI putih pimpinan Agus Salim dengan SI merah (Sarekat Rakyat) Semaun dkk. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya
ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929, dan memunculkan pledoinya yang
fenomenal: Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember
1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang
merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan
diasingkan ke Flores. Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada
tahun 1942.
Happy blogging
Gambar Pahlawan Download Disini
Sukemi Sosrodihardjo, seorang guru di Surabaya, Jawa. Ibunya berasal dari Bali. Ibunya,menceritakan makna kelahiran di waktu fajar. "Kelak engkau akan menjadi orang yangmulia, engkau akan menjadi pemimpin dari rakyat kita, karena ibu melahirkanmu jamsetengah enam pagi di saat fajar mulai menyingsing. Kita orang Jawa mempunyai suatukepercayaan, bahwa orang yang dilahirkan di saat matahari terbit, nasibnya telahditakdirkan terlebih dulu. Jangan lupakan itu, jangan sekali-kali kau lupakan, nak, bahwaengkau ini putra dari sang fajar." (Adams, 2000:24)
Tanggal kelahiran Soekarno pun dipandangnya sebagai pertanda nasib baik. "Hari lahirku ditandai oleh angka serba enam. Tanggal enam bulan enam. Adalah menjadi nasibku yang paling baik untuk dilahirkan dengan bintang Gemini, lambang kekembaran. Dan memang itulah aku sesungguhnya. Dua sifat yang berlawanan." (Adams, 2000:25)
Soekarno melihat dirinya yang terdiri dari dua sifat yang berlawanan sebagai satu
kemungkinan pertanda nasibnya di dunia politik. "Karena aku terdiri dari dua belahan,
aku dapat memperlihatkan segala rupa, aku dapat mengerti segala pihak, aku memimpin
semua orang. Boleh jadi ini secara kebetulan bersamaan. Boleh jadi juga pertanda lain.
Akan tetapi kedua belahan dari watakku itu menjadikanku seseorang yang merangkul
semua-nya." Kejadian lain yang dianggap pertanda nasib oleh Soekarno adalah
meletusnya Gunung Kelud saat ia lahir. Tentang ini ia menyatakan, "Orang yang percaya
kepada takhayul meramalkan, 'Ini adalah penyambutan terhadap bayi Soekarno," Selain
itu, penjelasan tentang penggantian nama Kusno menjadi Karno pun memberi satu mitos
lagi dalam diri Soekarno kecil tentang dirinya sebagai calon pejuang dan pahlawan
bangsanya.
Kepercayaan akan pertanda-pertanda yang muncul di hari kelahiran Soekarno
memberi semacam gambaran masa depan dalam benak Soekarno sejak masa kecilnya.
Dalam kerangka pemikiran Adler, gambaran masa depan itu disebut fictional final goals
(tujuan akhir fiktif). Meskipun fiktif (tak didasari kenyataan), tetapi gambaran masa
depan ini berperan menggerakkan kepribadian manusia untuk mencapai kondisi yang
tertuang di dalamnya (Adler, 1930:400). Riwayat hidup Soekarno memperlihatkan
bagaimana gambaran dirinya di masa depan dan persepsinya tentang Indonesia
menggerakkannya mencapai kemerdekaan Indonesia. Ketika kecil Soekarno tinggal
bersama kakeknya di Tulungagung, Jawa Timur.
Pada usia 14 tahun, seorang kawan bapaknya yang bernama Oemar Said Tjokroaminoto mengajak Soekarno tinggal di Surabaya dan disekolahkan ke Hoogere Burger School (H.B.S.) di sana. Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu. Soekarno kemudian bergabung dengan organisasi Jong Java (Pemuda Jawa). Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung, dan tamat pada tahun 1925. Saat di Bandung, Soekarno berinteraksi dengan Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij. Soekarno sebagai ideolog yang piawai menyebarkan kepercayaan-kepercayaannya. Strategi penyebaran ideologi yang oleh Terry Eagleton (1991) terdiri dari rasionalisasi, universalisasi, dan naturalisasi, dengan baik dimanfaatkan Soekarno dalam tulisan-tulisannya. Rasionalisasi tampil dalam argumentasi-argumentasi yang diusahakan tersusun selogis mungkin dan menggunakan rujukan-rujukan teori-teori ilmuwan terkemuka seperti Herbert Spencer, Havelock Ellis, dan Ernst Renan.
Rasionalisasi dapat ditemukan dalam setiap karangannya, termasuk
penggunaan data statistik demi memperkuat pendapatnya. Strategi universalisasi dalam
tulisan dan karangan Soekarno melibatkan ajaran-ajaran agama kutipan dari tokoh
ternama dalam sejarah dan peristiwa penting dalam peradaban manusia. Gagasan-
gagasannya seolah berlaku universal dan diperlukan di mana-mana."Firman Tuhan inilah
gitaku, Firman Tuhan inilah harus menjadi pula gitamu: "Innallaha la yu ghoiyiru ma
bikaumin, hatta yu ghoiyiru ma biamfusihim" (Pidato 17 Agustus 1964) "Asal kita setia kepada hukum sejarah dan asal kita bersatu dan memiliki tekad baja, kita bias
memindahkan Gunung Semeru atau Gunung Kinibalu sekalipun". (Pidato 17 Agustus 1965) "Tetapi Tanah Air kita Indonesia hanya satu bahagian kecil saja dari pada dunia!
Ingatlah akan hal ini! Gandhi berkata: "Saya seorang nasionalis, tetapi kebangsaan saya adalah perikemanusiaan." (Pidato Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1945) Strategi naturalisasi merupakan usaha menampilkan sebuah ideologi atau kepercayaan sebagai sesuatu yang tampak alamiah. Ini banyak ditemukan dalam pidato-pidato Soekarno.
Penjelasan- penjelasannya tentang Pancasila sangat jelas menggunakan naturalisasi. "Ke Tuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Kedaulatan Rakyat, Keadilan Sosial. Dari zaman dahulu sampai zaman sekarang ini, yang nyata selalu menjadi isi daripada jiwa bangsa Indonesia." (Pancasila sebagai Dasar Negara, hal:38) Bukan hal yang aneh jika Soekarno berkembang menjadi seorang ideolog. Kepercayaan sejak kecil tentang kemuliaan, kepeloporan dan kepemimpinannya, mendorong kuat Bung Besar ini menyebarkan kebenarannya. Gambaran diri yang fiktif dan mistis ini pula yang memberinya kepercayaan diri tampil berapi-api di depan lautan massa. Pergerakan nasional.
Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung. Organisasi
ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927. Pada tahun 1926 ini pula terbit artikelnya yang terkenal "Nasionalisme, Islamisme dan
marxisme" dalam suluh Indonesia muda, pernyataan Soekarno dalam artikel tersebut
"Bukan kita mengharap yang nasionalis itu supaya berobah faham jadi Islamis atau
Marxis, bukannya maksud kita menyuruh Marxis dan Islamis itu berbalik menjadi
Nasionalis, akan tetapi impian kita yalah kerukunan, persatuan anatra tiga golongan itu".ditulis akibat keprihatinan dia atas perseteruan SI putih pimpinan Agus Salim dengan SI merah (Sarekat Rakyat) Semaun dkk. Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya
ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929, dan memunculkan pledoinya yang
fenomenal: Indonesia Menggugat, hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember
1931.
Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang
merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan
diasingkan ke Flores. Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada
tahun 1942.
Happy blogging
Gambar Pahlawan Download Disini
postingan ini berkategori
PAHLAWAN
dengan judul
Siapa Soekarno ?
. Jangan lupa menyertakan URL
https://joyodrono-cahmabung.blogspot.com/2011/03/siapa-soekarno.html
. Jika ingin memposting ulang . Terima kasih!
Belum ada komentar untuk " Siapa Soekarno ? "
Posting Komentar