Nama Asli:
Subroto
Lahir:
Desa Ngepeh-Nganjuk, Jawa Timur, 30 Juli 1888
Wafat:
Surabaya, 30 Mei 1938
Pendidikan:
STOVIA tahun 1911
Karir:
Dokter di Semarang, Tuban, Lubuk Pakam dan Malang
Wartawan dan memimpin beberapa surat kabar
Organisasi:
Pendiri dan Ketua Budi Utomo, 20 Mei 1908
Budi Utomo bergerak di bidang politik 1919
Pendiri Indonesische Studie Club (ISC) 1924
ISC berganti namamenjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) 1931
Pendiri dan Ketua Partai Indonesia Raya (Parindra) yang merupakan penggabungan Budi Utomo dengan PBI.
Subroto
Lahir:
Desa Ngepeh-Nganjuk, Jawa Timur, 30 Juli 1888
Wafat:
Surabaya, 30 Mei 1938
Pendidikan:
STOVIA tahun 1911
Karir:
Dokter di Semarang, Tuban, Lubuk Pakam dan Malang
Wartawan dan memimpin beberapa surat kabar
Organisasi:
Pendiri dan Ketua Budi Utomo, 20 Mei 1908
Budi Utomo bergerak di bidang politik 1919
Pendiri Indonesische Studie Club (ISC) 1924
ISC berganti namamenjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) 1931
Pendiri dan Ketua Partai Indonesia Raya (Parindra) yang merupakan penggabungan Budi Utomo dengan PBI.
Dokter Sutomo yang bernama asli Subroto ini lahir di desa Ngepeh, Jawa Timur, 30 Juli 1888.
Ayah Sutomo, Raden Suwaji, adalah seorang priyayi pegawai pengreh yang maju dan modern.
Beruntunglah Sutomo, karena dibesarkan di keluarga yang berkecukupan, terhormat dan sangat memanjakannya. Limpahan kasih sayang, tertuju pada Sutomo kecil, terutama dari sang kakek dan nenek. Kakek Sutomo bernama R Ng Singawijaya atau KH Abdurakhman. Nama tersebut sangat disegani dan ternama di wilayah Nganjuk. Hal inilah yang sangat berpengaruh pada perilaku dan sifat Sutomo. Manja, nakal, sewenang-wenang kepada kawannya, pun berkelakuan bak raja kecil.
Masuk STOVIA.
Selesai Sekolah Rendah Belanda, terjadi pertentangan antara ayah Sutomo dengan sang kakek. R Suwaji ingin Sutomo masuk STOVIA, sedangkan R Ng Singawijaya menginginkan Sutomo menjadi pangreh praja (Mungkin sekarang STPDN kali…).
Bagi Sutomo sendiri, pertentangan dua orang yang sangat berpengaruh dalam kehidupannya itu sangat menyita pikiran. Hati kecilnya sebenarnya lebih memilih kedokteran (STOVIA). Alasannya, dirinya tidak suka melihat ayahnya yang pangreh praja disuruh-suruh Belanda.
Namun disisi lain, Sutomo tidak ingin menyakiti hati sang kakek. Akhirnya melalui suatu perenungan panjang, secara tegas Sutomo menolak jabatan sebagai pangreh praja. Pilihannya jatuh pada STOVIA. Keputusan berani di usianya yang baru menginjak 15 tahun itu, membawa langkah kakinya ke Batavia. 10 Januari 1903, Sutomo resmi menjadi siswa STOVIA.
Selesai Sekolah Rendah Belanda, terjadi pertentangan antara ayah Sutomo dengan sang kakek. R Suwaji ingin Sutomo masuk STOVIA, sedangkan R Ng Singawijaya menginginkan Sutomo menjadi pangreh praja (Mungkin sekarang STPDN kali…).
Bagi Sutomo sendiri, pertentangan dua orang yang sangat berpengaruh dalam kehidupannya itu sangat menyita pikiran. Hati kecilnya sebenarnya lebih memilih kedokteran (STOVIA). Alasannya, dirinya tidak suka melihat ayahnya yang pangreh praja disuruh-suruh Belanda.
Namun disisi lain, Sutomo tidak ingin menyakiti hati sang kakek. Akhirnya melalui suatu perenungan panjang, secara tegas Sutomo menolak jabatan sebagai pangreh praja. Pilihannya jatuh pada STOVIA. Keputusan berani di usianya yang baru menginjak 15 tahun itu, membawa langkah kakinya ke Batavia. 10 Januari 1903, Sutomo resmi menjadi siswa STOVIA.
Ketika belajar di STOVIA (Sekolah Dokter), ia bersama rekan-rekannya, atas saran dr. Wahidin Sudirohusodo mendirikan Budi Utomo (BU), organisasi modem pertama di Indonesia, pada tanggal 20 Mei 1908, yang kemudian diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
Kelahiran BU sebagai Perhimpunan nasional Indonesia, dipelopori oleh para pemuda pelajar STOVIA (School tot Opleiding voor Indische Artsen) yaitu Sutomo, Gunawan, Suraji dibantu oleh Suwardi Surjaningrat, Saleh, Gumbreg, dan lain-lain. Sutomo sendiri diangkat sebagai ketuanya.
Kelahiran BU sebagai Perhimpunan nasional Indonesia, dipelopori oleh para pemuda pelajar STOVIA (School tot Opleiding voor Indische Artsen) yaitu Sutomo, Gunawan, Suraji dibantu oleh Suwardi Surjaningrat, Saleh, Gumbreg, dan lain-lain. Sutomo sendiri diangkat sebagai ketuanya.
Cuplikan Sejarah STOVIA:
Asal muasal STOVIA berdiri dikarenakan pada tahun 1847 dr.W.Bosch (Ka.DinKes Batavia) mendapat laporan berjangkitnya berbagai penyakit berbahaya di Banyumas. 9 Nopember 1847, pemerintah Hindia Belanda memanggil pemuda2 untuk dididik menjadi juru kesehatan dengan syarat:
1. Sehat & Cerdas.
2. Bisa membaca, menulis Jawa & Melayu.
3. Dari lingkungan keluarga baik-baik.
Dalam kursus diajarkan 15 mata pelajaran:
1. Dasar-dasar bahasa Belanda.
2. Berhitung.
3. Ilmu Bumi (Eropa & Indonesia).
4. Ilmu Ukur.
5. Ilmu Kimia Anorganik.
6. Ilmu Falak.
7. Ilmu Alam.
8. Ilmu Pesawat (Alat-alat Kesehatan).
9. Ilmu Tanah.
10. Ilmu Tumbuh-tumbuhan.
11. Ilmu hewan.
12. Ilmu Anatomi Tubuh.
13. Asas-asas Patologi.
14. Ilmu Kebidanan.
15. Ilmu Bedah.
1. Sehat & Cerdas.
2. Bisa membaca, menulis Jawa & Melayu.
3. Dari lingkungan keluarga baik-baik.
Dalam kursus diajarkan 15 mata pelajaran:
1. Dasar-dasar bahasa Belanda.
2. Berhitung.
3. Ilmu Bumi (Eropa & Indonesia).
4. Ilmu Ukur.
5. Ilmu Kimia Anorganik.
6. Ilmu Falak.
7. Ilmu Alam.
8. Ilmu Pesawat (Alat-alat Kesehatan).
9. Ilmu Tanah.
10. Ilmu Tumbuh-tumbuhan.
11. Ilmu hewan.
12. Ilmu Anatomi Tubuh.
13. Asas-asas Patologi.
14. Ilmu Kebidanan.
15. Ilmu Bedah.
Tujuan perkumpulan ini adalah kemajuan nusa dan bangsa yang harmonis dengan jalan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan, teknik dan industri, kebudayaan, mempertinggi cita-cita kemanusiaan untuk mencapai kehidupan bangsa yang terhormat.
Kemudian kongres peresmian dan pengesahan anggaran dasar BU diadakan di Yogyakarta 5 Okt 1908. Pengurus pertama terdiri dari: Tirtokusumo (bupati Karanganyar) sebagai ketua; Wahidin Sudirohusodo (dokter Jawa), wakil ketua; Dwijosewoyo dan Sosrosugondo (kedua-duanya guru Kweekschool), penulis; Gondoatmodjo (opsir Legiun Pakualaman), bendahara; Suryodiputro (jaksa kepala Bondowoso), Gondosubroto (jaksa kepala Surakarta), dan Tjipto Mangunkusumo (dokter di Demak) sebagai komisaris.
Sutomo setelah lulus dari STOVIA tahun 1911, bertugas sebagai dokter, mula-mula di Semarang, lalu pindah ke Tuban, pindah lagi ke Lubuk Pakam (Sumatera Timur) dan akhirnya ke Malang. Saat bertugas di Malang, ia membasmi wabah pes yang melanda daerah Magetan.
Ia banyak memperoleh pengalaman dari seringnya berpindah tempat tugas. Antara lain, ia semakin banyak mengetahui kesengsaraan rakyat dan secara langsung dapat membantu mereka. Sebagai dokter, ia tidak menetapkan tarif, bahkan adakalanya pasien dibebaskan dari pembayaran.
Kemudian kongres peresmian dan pengesahan anggaran dasar BU diadakan di Yogyakarta 5 Okt 1908. Pengurus pertama terdiri dari: Tirtokusumo (bupati Karanganyar) sebagai ketua; Wahidin Sudirohusodo (dokter Jawa), wakil ketua; Dwijosewoyo dan Sosrosugondo (kedua-duanya guru Kweekschool), penulis; Gondoatmodjo (opsir Legiun Pakualaman), bendahara; Suryodiputro (jaksa kepala Bondowoso), Gondosubroto (jaksa kepala Surakarta), dan Tjipto Mangunkusumo (dokter di Demak) sebagai komisaris.
Sutomo setelah lulus dari STOVIA tahun 1911, bertugas sebagai dokter, mula-mula di Semarang, lalu pindah ke Tuban, pindah lagi ke Lubuk Pakam (Sumatera Timur) dan akhirnya ke Malang. Saat bertugas di Malang, ia membasmi wabah pes yang melanda daerah Magetan.
Ia banyak memperoleh pengalaman dari seringnya berpindah tempat tugas. Antara lain, ia semakin banyak mengetahui kesengsaraan rakyat dan secara langsung dapat membantu mereka. Sebagai dokter, ia tidak menetapkan tarif, bahkan adakalanya pasien dibebaskan dari pembayaran.
Tamat sebagai Indische Arts (nama lain Dokter Jawa), ia lantas mengabdikan dirinya bagi kepentingan di masyarakat. Pada tahun 1917, ia menikah dengan seorang Zuster Belanda, Everdina Johanna Bruring. Di mata Sutomo, sang isteri adalah wanita pujaan. Tugas harian seperti memasak, mencuci dan sebagainya selalu dilakukan dengan kerelaan. Cukup kontradiktif, mengingat bumiputera adalah bangsa tertindas. Bruuring bahkan tak punya waktu senggang di hari libur atau pun di hari Minggu, mengingat diwaktu-waktu seperti itu, rekan-rekan seperjuangan Sutomo selalu mengadakan rapat di rumah mereka.Pengabdian yang tulus inilah yang membuat Sutomo makin cinta pada Bruuring. Sampai akhir hayatnya, hanya Bruuring lah satu-satunya wanita yang pernah singgah di hati Sutomo. Sejak Bruuring wafat pada 17 Februari 1934 pukul 09.10 menit, tak pernah terniat dihati Sutomo untuk menikah lagi.
Dari tahun 19-1923 bersama istrinya ia tinggal di Negeri Belanda untuk melanjutkkan sekolah & memperoleh gelar Arts, dokter beneran lulusan Universitas. Sepulang dari Belanda ia memutuskan untuk menetap di Soerabaia, & mengajar di NIAS (Nederland Indische Artsen School) yang kelak akan menjadi FK UNAIR.
Kemudian ia memperoleh kesempatan memperdalam pengetahuan di negeri Belanda pada tahun 1919. Sekembalinya di tanah air, ia melihat kelemahan yang ada pada Budi Utomo. Waktu itu sudah banyak berdiri partai politik. Karena itu, ia ikut giat mengusahakan agar Budi Utomo bergerak di bidang politik dan keanggotaannya terbuka buat seluruh rakyat.
Kemudian pada tahun 1924, ia mendirikan Indonesische Studie Club (ISC) yang merupakan wadah bagi kaum terpelajar Indonesia. ISC berhasil mendirikan sekolah tenun, bank kredit, koperasi, dan sebagainya. Pada tahun 1931 ISC berganti nama menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Di bawah pimpinannya, PBI berkembang pesat.
Sementara itu, tekanan dari Pemerintah Kolonial Belanda terhadap pergerakan nasional semakin keras. Lalu Januari 1934, dibentuk Komisi BU-PBI, yang kemudian disetujui oleh kedua pengurus-besarnya pertengahan 1935 untuk berfusi. Kongres peresmian fusi dan juga merupakan kongres terakhir BU, melahirkan Partai Indonesia Raya atau disingkat PARINDRA, berlangsung 24-26 Des 1935. Sutomo diangkat menjadi ketua. Parindra berjuang untuk mencapai Indonesia merdeka.
Dari tahun 19-1923 bersama istrinya ia tinggal di Negeri Belanda untuk melanjutkkan sekolah & memperoleh gelar Arts, dokter beneran lulusan Universitas. Sepulang dari Belanda ia memutuskan untuk menetap di Soerabaia, & mengajar di NIAS (Nederland Indische Artsen School) yang kelak akan menjadi FK UNAIR.
Kemudian ia memperoleh kesempatan memperdalam pengetahuan di negeri Belanda pada tahun 1919. Sekembalinya di tanah air, ia melihat kelemahan yang ada pada Budi Utomo. Waktu itu sudah banyak berdiri partai politik. Karena itu, ia ikut giat mengusahakan agar Budi Utomo bergerak di bidang politik dan keanggotaannya terbuka buat seluruh rakyat.
Kemudian pada tahun 1924, ia mendirikan Indonesische Studie Club (ISC) yang merupakan wadah bagi kaum terpelajar Indonesia. ISC berhasil mendirikan sekolah tenun, bank kredit, koperasi, dan sebagainya. Pada tahun 1931 ISC berganti nama menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Di bawah pimpinannya, PBI berkembang pesat.
Sementara itu, tekanan dari Pemerintah Kolonial Belanda terhadap pergerakan nasional semakin keras. Lalu Januari 1934, dibentuk Komisi BU-PBI, yang kemudian disetujui oleh kedua pengurus-besarnya pertengahan 1935 untuk berfusi. Kongres peresmian fusi dan juga merupakan kongres terakhir BU, melahirkan Partai Indonesia Raya atau disingkat PARINDRA, berlangsung 24-26 Des 1935. Sutomo diangkat menjadi ketua. Parindra berjuang untuk mencapai Indonesia merdeka.
Dari tahun 19-1923 bersama istrinya ia tinggal di Negeri Belanda untuk melanjutkkan sekolah & memperoleh gelar Arts, dokter beneran lulusan Universitas. Sepulang dari Belanda ia memutuskan untuk menetap di Soerabaia, & mengajar di NIAS (Nederland Indische Artsen School) yang kelak akan menjadi FK UNAIR.
Di Soearabaia Pak Tom Menetap hingga akhir hayatnya. Wafat 30 Mei 1938, seluruh penduduk Kota Soerabaia tumplek blek di Jl.Bubutan, maka jalan itupun berubah jadi lautan manusia. Suara dzikir berdengung dari lisan ribuan pelayat mengantar kepergian putra bangsa terbaik.
Tentang sepak terjang beliau di Boedi Oetomo, bisa dibaca diartikel dokter-dokter pengukir sejarah bangsa.
Sumber: Soerabaia Tempo Doeloe (Buku 1, “Pak Tom”), Dukut Imam Widodo.Di Soearabaia Pak Tom Menetap hingga akhir hayatnya. Wafat 30 Mei 1938, seluruh penduduk Kota Soerabaia tumplek blek di Jl.Bubutan, maka jalan itupun berubah jadi lautan manusia. Suara dzikir berdengung dari lisan ribuan pelayat mengantar kepergian putra bangsa terbaik.
Tentang sepak terjang beliau di Boedi Oetomo, bisa dibaca diartikel dokter-dokter pengukir sejarah bangsa.
JIka Anda membutuhkan Gambar Pahlawan Indonesia silahkan Download Disini
postingan ini berkategori
PAHLAWAN
dengan judul
Dr.Soetomo
. Jangan lupa menyertakan URL
http://joyodrono-cahmabung.blogspot.com/2011/03/drsoetomo.html
. Jika ingin memposting ulang . Terima kasih!
Belum ada komentar untuk " Dr.Soetomo "
Posting Komentar