Bacalah secara perlahan dan resapi maknanya,agar tidak terjadi salah pengertian dari tulisan ini.
"Aku adalah satu dari manusia. Semua kodrat dan hakekat manusia ada pada Aku, dan semua perbuatan yang Aku lakukan dan yang tidak Aku lakukan (atas kemauanku sendiri ataupun kulakukan karena terpaksa), dan peranku di dalam kehidupan, itulah Aku". Penekanan pada Aku, ke-Aku-an, menyebabkan manusia hidup dalam kehidupan duniawi yang oportunis, cinta diri dan congkak. Segala yang dilakukan berorentasi pada hasil yang ingin dicapai. Inilah Aku. Seorang kaya, pengusaha, berilmu tinggi tak ada yang menandingi, lebih mengerti, beribadah dan lebih beriman daripada ....., inilah prestasiku, ini hasil usahaku.
Sukmaku adalah sukma sejati. Sukmaku adalah sejatinya aku.
Sukma merupakan jatidiri seseorang yang membedakannya dengan pribadi yang lain. Dan sukma ini tidak boleh diisi atau digantikan dengan sukma atau roh lain yang bukan jatidirinya, yang dapat menjadikannya pribadi yang berbeda yang bukan merupakan sejatinya dirinya. Jika ada sukma atau roh lain dalam diri seseorang, itu bukanlah sejatinya dirinya. Diriku adalah milik sukmaku, bukan milik sukma lain atau roh-roh lain.Tidak ada roh yang memiliki aku, mempengaruhi aku atau berkuasa atas aku, selain sukmaku. Sukmaku meniadakan sukma lain dalam diriku.
Sukma sejatinya di dalam hidup. Sukma adalah sejatinya hidup. Sukma menjadi sejati bila hidup.
Sukma menjadikan manusia memiliki hidup dalam dirinya, memiliki kebijaksanaan hidup, menjadikan manusia mengenal dirinya, mengenal jalan hidup, mengenal rencana dan tujuan hidup, mengenal peradaban dan mengenal Tuhannya. Sukma menjadikan manusia mengenal perbuatan baik dan jahat. Sukma menjadikan manusia mengenal perbuatan yang bermanfaat dan perbuatan sia-sia tak berguna. Sukmaku adalah roh hidup, bukan roh orang mati. Sukmaku menjadikanku hidup.
Hidup sejatinya di dalam manusia. Hidup adalah sejatinya manusia. Manusia menjadi sejati bila hidup.
Jika hidup itu sudah diambil daripadanya, maka dia bukan lagi manusia, tetapi jasad, atau roh orang mati. Manusia hidup jangan ingin mati. Hidup yang dijalani oleh seseorang menjadikannya suatu pribadi yang utuh. Karena itu sudah seharusnyalah manusia mengisi hidupnya dengan sepatutnya, karena hidupnya itulah yang menjadikannya manusia yang sebenarnya. Kesadaran tentang hidup menjadikan manusia hidup menjadi lebih hidup dan menuntun manusia kepada hidup yang lebih tinggi dan menuntunnya juga kepada Sang Pencipta hidup. Jangan pernah menyerahkan hidup kepada roh lain. Jangan ada putus asa.
Jangan pernah ada : urip sajeroning mati (hidup dalam kematian) atau mati sajeroning urip (mati dalam kehidupan). Hidup menjadi sejati di dalam manusia dan sejatinya manusia adalah bila hidup.
Manusia menjadi sejati bila hidup.Sukma Sejatiku adalah Aku. Aku Hidup. Tidak Lemah. Tidak Mati.
Sekali lagi agar tidak salah pengertian mohon di baca kembali sampai betul betul mengerti paham dengan isi dari Tulsan ini.Dan apabila masih belum jelas tanyakan DISINI
"Aku adalah satu dari manusia. Semua kodrat dan hakekat manusia ada pada Aku, dan semua perbuatan yang Aku lakukan dan yang tidak Aku lakukan (atas kemauanku sendiri ataupun kulakukan karena terpaksa), dan peranku di dalam kehidupan, itulah Aku". Penekanan pada Aku, ke-Aku-an, menyebabkan manusia hidup dalam kehidupan duniawi yang oportunis, cinta diri dan congkak. Segala yang dilakukan berorentasi pada hasil yang ingin dicapai. Inilah Aku. Seorang kaya, pengusaha, berilmu tinggi tak ada yang menandingi, lebih mengerti, beribadah dan lebih beriman daripada ....., inilah prestasiku, ini hasil usahaku.
Penekanan pada Aku, menjadikan manusia mengejar kehormatan diri, kehormatan di mata orang lain. Kehormatan Aku, adalah kehormatan yang berasal dari status dan semua kepemilikannya, bukan berasal dari tingginya kualitas diri. Menurut dirinya sendiri, dia adalah suatu figur yang terhormat, tetapi orang lain belum tentu menghormatinya, mungkin malahan memandangnya rendah, apalagi bila ada kepemilikannya yang mempunyai catatan reputasi yang tidak baik di mata orang lain.
Penekanan pada Aku, menjadikan hidup manusia penuh dengan harapan, semangat dan kegairahan untuk mengejar prestasi dan gengsi, dan kepuasan diri (dan kesombongan) atas pencapaian yang dihasilkannya. Tetapi penekanan pada Aku, juga menyebabkan manusia jatuh ke dalam kesengsaraan, rasa penasaran, ketidakpuasan dan rasa terhina, yang berasal dari ketidakmampuan dirinya mengejar harapan dan prestasi, kualitas diri, status dan kehormatan di mata manusia lain.
Penekanan pada Aku, menjadikan hidup manusia penuh dengan harapan, semangat dan kegairahan untuk mengejar prestasi dan gengsi, dan kepuasan diri (dan kesombongan) atas pencapaian yang dihasilkannya. Tetapi penekanan pada Aku, juga menyebabkan manusia jatuh ke dalam kesengsaraan, rasa penasaran, ketidakpuasan dan rasa terhina, yang berasal dari ketidakmampuan dirinya mengejar harapan dan prestasi, kualitas diri, status dan kehormatan di mata manusia lain.
Penekanan pada Aku, menjadikan manusia mengabaikan aturan-aturan dalam peradaban, melanggar hukum untuk kepentingannya sendiri, apalagi tidak adanya kehadiran penegak hukum, yang dapat menyebabkannya melakukan perbuatan-perbuatan tercela dan menghalalkan cara demi tercapainya hasrat dan tujuan. Perilaku yang menyebabkan manusia jauh dari peradaban maju, jauh dari perilaku mulia.
Semua kodrat dan hakekat manusia yang ada pada Aku, dan semua perbuatan yang Aku lakukan dan yang tidak Aku lakukan sesuai kemauanku, dan semua keinginan-keinginan, semua pemikiran-pemikiran dan semua kepercayaan dan keyakinan yang Aku miliki, itulah Sejatinya Aku.
Penekanan pada Sejatinya Aku, menyebabkan manusia hidup dalam kehidupan duniawi yang lebih idealis, realistis dan lebih mengutamakan kualitas diri, yang merupakan dorongan dan tuntutan dari Sukma Sejati-nya. Semua yang dilakukan bukan hanya berorentasi pada hasil yang ingin dicapai, tetapi juga pada prosesnya.
Penekanan pada Sejatinya Aku, menjadikan manusia lebih otonom, memiliki kesadaran untuk memilih perbuatan yang baik daripada yang tidak baik, perbuatan yang berguna daripada yang sia-sia. Lebih mampu untuk menahan diri dan membatasi diri.
Penekanan pada Sejatinya Aku, menjadikan manusia hidup saling menghormati, suatu budaya yang mengakar di masyarakat yang berperadaban maju. Kehormatan Sejatinya Aku, adalah kehormatan yang berasal dari tingginya kualitas diri, bukan kehormatan karena status dan kepemilikan. Di mata orang lain, dia akan menjadi figur yang terhormat, karena memiliki kualitas diri, bukan karena status dan kepemilikannya.
Seseorang yang dalam hidupnya mengedepankan Sejatinya Aku, menjadikan manusia mampu menyangkal dirinya, menyangkal ke-Aku-annya, memiliki kesadaran untuk lebih mampu menahan diri dan membatasi diri. Lebih mampu untuk hidup prihatin dan lebih mampu menekan hasrat duniawinya.
Seseorang yang dalam hidupnya mengedepankan Sejatinya Aku, menjadikan manusia kurang bergairah mengejar keduniawiannya, menjadikan taraf hidupnya lebih rendah daripada mereka yang mengedepankan Aku. Tetapi bagi mereka yang mengenal dirinya, mengenal potensi-potensi dan kesempatan-kesempatan yang dimilikinya, mengenal tujuan hidupnya, dapat juga memaksimalkan apa yang ingin diraihnya tanpa harus kehilangan kesejatiannya. Sukma Sejatinya akan memberinya 'kekuatan', semangat, ide-ide, ilham dan jawaban-jawaban, tentang segala sesuatu yang harus dilakukannya.
Penyatuan seseorang dengan sang Sukma Sejati, akan menuntunnya melakukan perbuatan-perbuatan yang lebih besar, hasil yang lebih baik, daripada perbuatan yang hanya menekankan pada ke-Aku-annya.
Sungguh menyedihkan sekali bangsa ini.
Bangsa yang memiliki konsep Sukma Sejati, kesejatian diri, tetapi dalam kesehariannya lebih mengedepankan Aku, bukan Sejatinya Aku.
Penekanan pada Aku, menjadikan bangsa ini mengejar kehormatan diri, kehormatan di mata bangsa lain, kehormatan yang berasal dari status dan kepemilikan,
Penekanan pada Aku, menjadikan bangsa ini mengabaikan aturan-aturan dalam peradaban, melanggar hukum untuk kepentingannya sendiri (lampu merah lalu-lintas saja tidak dipatuhi). Perilaku yang menyebabkan bangsa ini jauh dari peradaban maju, jauh dari perilaku mulia.
Penguatan pada Sejatinya Aku, menjadikan manusia hidup saling menghormati, suatu budaya yang mengakar di masyarakat yang berperadaban maju. Kehormatan Sejatinya Aku, adalah kehormatan yang berasal dari tingginya kualitas diri, bukan kehormatan karena status dan kepemilikan. Di mata orang lain, dia akan menjadi figur yang terhormat, karena memiliki kualitas diri, bukan karena status dan kepemilikannya.
Bangsa di peradaban maju, walaupun tidak mengenal konsep Sukma Sejati, tetapi telah mengamalkan kesejatian diri, mengakar dalam kehidupan sehari-hari.
Sukma Sejati akan menjadi Guru Sejati-nya, memberinya pencerahan setiap saat dan menuntunnya dalam segala sesuatu yang harus dilakukannya.
Sukma Sejati akan menjadikannya Aku yang baru, sebuah pribadi baru yang merupakan pengejawantahan kesejatian pribadi sang Sukma Sejati.
Sukma Sejati akan hidup kuat di dalam dirinya, dan menjadi kekuatan dalam hidupnya.
Ada satu penggalan kalimat dari suatu amalan dalam kebatinan spiritual kejawen. Walaupun kelihatannya biasa saja dan biasa digunakan sebagai bagian dari suatu amalan ilmu, tetapi memiliki makna spiritual yang dalam yang merupakan salah satu puncak ilmu kebatinan spiritual kejawen, yaitu ajaran tentang Sukma Sejati, yang bila mampu memahami, menghayati dan mengamalkannya, selain menambah hikmat kebijaksanaan, juga dapat mewujudkan suatu kekuatan sukma / batin yang luar biasa tinggi. Kalimat-kalimatnya adalah sebagai berikut :
Semua kodrat dan hakekat manusia yang ada pada Aku, dan semua perbuatan yang Aku lakukan dan yang tidak Aku lakukan sesuai kemauanku, dan semua keinginan-keinginan, semua pemikiran-pemikiran dan semua kepercayaan dan keyakinan yang Aku miliki, itulah Sejatinya Aku.
Penekanan pada Sejatinya Aku, menyebabkan manusia hidup dalam kehidupan duniawi yang lebih idealis, realistis dan lebih mengutamakan kualitas diri, yang merupakan dorongan dan tuntutan dari Sukma Sejati-nya. Semua yang dilakukan bukan hanya berorentasi pada hasil yang ingin dicapai, tetapi juga pada prosesnya.
Penekanan pada Sejatinya Aku, menjadikan manusia lebih otonom, memiliki kesadaran untuk memilih perbuatan yang baik daripada yang tidak baik, perbuatan yang berguna daripada yang sia-sia. Lebih mampu untuk menahan diri dan membatasi diri.
Penekanan pada Sejatinya Aku, menjadikan manusia hidup saling menghormati, suatu budaya yang mengakar di masyarakat yang berperadaban maju. Kehormatan Sejatinya Aku, adalah kehormatan yang berasal dari tingginya kualitas diri, bukan kehormatan karena status dan kepemilikan. Di mata orang lain, dia akan menjadi figur yang terhormat, karena memiliki kualitas diri, bukan karena status dan kepemilikannya.
Seseorang yang dalam hidupnya mengedepankan Sejatinya Aku, menjadikan manusia mampu menyangkal dirinya, menyangkal ke-Aku-annya, memiliki kesadaran untuk lebih mampu menahan diri dan membatasi diri. Lebih mampu untuk hidup prihatin dan lebih mampu menekan hasrat duniawinya.
Seseorang yang dalam hidupnya mengedepankan Sejatinya Aku, menjadikan manusia kurang bergairah mengejar keduniawiannya, menjadikan taraf hidupnya lebih rendah daripada mereka yang mengedepankan Aku. Tetapi bagi mereka yang mengenal dirinya, mengenal potensi-potensi dan kesempatan-kesempatan yang dimilikinya, mengenal tujuan hidupnya, dapat juga memaksimalkan apa yang ingin diraihnya tanpa harus kehilangan kesejatiannya. Sukma Sejatinya akan memberinya 'kekuatan', semangat, ide-ide, ilham dan jawaban-jawaban, tentang segala sesuatu yang harus dilakukannya.
Penyatuan seseorang dengan sang Sukma Sejati, akan menuntunnya melakukan perbuatan-perbuatan yang lebih besar, hasil yang lebih baik, daripada perbuatan yang hanya menekankan pada ke-Aku-annya.
Sungguh menyedihkan sekali bangsa ini.
Bangsa yang memiliki konsep Sukma Sejati, kesejatian diri, tetapi dalam kesehariannya lebih mengedepankan Aku, bukan Sejatinya Aku.
Penekanan pada Aku, menjadikan bangsa ini mengejar kehormatan diri, kehormatan di mata bangsa lain, kehormatan yang berasal dari status dan kepemilikan,
Penekanan pada Aku, menjadikan bangsa ini mengabaikan aturan-aturan dalam peradaban, melanggar hukum untuk kepentingannya sendiri (lampu merah lalu-lintas saja tidak dipatuhi). Perilaku yang menyebabkan bangsa ini jauh dari peradaban maju, jauh dari perilaku mulia.
Penguatan pada Sejatinya Aku, menjadikan manusia hidup saling menghormati, suatu budaya yang mengakar di masyarakat yang berperadaban maju. Kehormatan Sejatinya Aku, adalah kehormatan yang berasal dari tingginya kualitas diri, bukan kehormatan karena status dan kepemilikan. Di mata orang lain, dia akan menjadi figur yang terhormat, karena memiliki kualitas diri, bukan karena status dan kepemilikannya.
Bangsa di peradaban maju, walaupun tidak mengenal konsep Sukma Sejati, tetapi telah mengamalkan kesejatian diri, mengakar dalam kehidupan sehari-hari.
Sukma Sejati akan menjadi Guru Sejati-nya, memberinya pencerahan setiap saat dan menuntunnya dalam segala sesuatu yang harus dilakukannya.
Sukma Sejati akan menjadikannya Aku yang baru, sebuah pribadi baru yang merupakan pengejawantahan kesejatian pribadi sang Sukma Sejati.
Sukma Sejati akan hidup kuat di dalam dirinya, dan menjadi kekuatan dalam hidupnya.
Ada satu penggalan kalimat dari suatu amalan dalam kebatinan spiritual kejawen. Walaupun kelihatannya biasa saja dan biasa digunakan sebagai bagian dari suatu amalan ilmu, tetapi memiliki makna spiritual yang dalam yang merupakan salah satu puncak ilmu kebatinan spiritual kejawen, yaitu ajaran tentang Sukma Sejati, yang bila mampu memahami, menghayati dan mengamalkannya, selain menambah hikmat kebijaksanaan, juga dapat mewujudkan suatu kekuatan sukma / batin yang luar biasa tinggi. Kalimat-kalimatnya adalah sebagai berikut :
Sukma Ingsun Sukma Sejati
Sukma Sejatining Urip
Urip Sejatining Manungsa
.............
Sukma Sejatining Urip
Urip Sejatining Manungsa
.............
Sukmaku adalah sukma sejati. Sukmaku adalah sejatinya aku.
Sukma merupakan jatidiri seseorang yang membedakannya dengan pribadi yang lain. Dan sukma ini tidak boleh diisi atau digantikan dengan sukma atau roh lain yang bukan jatidirinya, yang dapat menjadikannya pribadi yang berbeda yang bukan merupakan sejatinya dirinya. Jika ada sukma atau roh lain dalam diri seseorang, itu bukanlah sejatinya dirinya. Diriku adalah milik sukmaku, bukan milik sukma lain atau roh-roh lain.Tidak ada roh yang memiliki aku, mempengaruhi aku atau berkuasa atas aku, selain sukmaku. Sukmaku meniadakan sukma lain dalam diriku.
Sukma sejatinya di dalam hidup. Sukma adalah sejatinya hidup. Sukma menjadi sejati bila hidup.
Sukma menjadikan manusia memiliki hidup dalam dirinya, memiliki kebijaksanaan hidup, menjadikan manusia mengenal dirinya, mengenal jalan hidup, mengenal rencana dan tujuan hidup, mengenal peradaban dan mengenal Tuhannya. Sukma menjadikan manusia mengenal perbuatan baik dan jahat. Sukma menjadikan manusia mengenal perbuatan yang bermanfaat dan perbuatan sia-sia tak berguna. Sukmaku adalah roh hidup, bukan roh orang mati. Sukmaku menjadikanku hidup.
Sukmaku menjadi sejati di dalam aku.
Sukmaku di dalam aku, tidak lemah, tidak mati.
Jika hidup itu sudah diambil daripadanya, maka dia bukan lagi manusia, tetapi jasad, atau roh orang mati. Manusia hidup jangan ingin mati. Hidup yang dijalani oleh seseorang menjadikannya suatu pribadi yang utuh. Karena itu sudah seharusnyalah manusia mengisi hidupnya dengan sepatutnya, karena hidupnya itulah yang menjadikannya manusia yang sebenarnya. Kesadaran tentang hidup menjadikan manusia hidup menjadi lebih hidup dan menuntun manusia kepada hidup yang lebih tinggi dan menuntunnya juga kepada Sang Pencipta hidup. Jangan pernah menyerahkan hidup kepada roh lain. Jangan ada putus asa.
Jangan pernah ada : urip sajeroning mati (hidup dalam kematian) atau mati sajeroning urip (mati dalam kehidupan). Hidup menjadi sejati di dalam manusia dan sejatinya manusia adalah bila hidup.
Manusia menjadi sejati bila hidup.Sukma Sejatiku adalah Aku. Aku Hidup. Tidak Lemah. Tidak Mati.
Sekali lagi agar tidak salah pengertian mohon di baca kembali sampai betul betul mengerti paham dengan isi dari Tulsan ini.Dan apabila masih belum jelas tanyakan DISINI
postingan ini berkategori
ARTIKEL
dengan judul
Egoisme jiwa manusia
. Jangan lupa menyertakan URL
http://joyodrono-cahmabung.blogspot.com/2011/09/egoisme-jiwa-manusia.html
. Jika ingin memposting ulang . Terima kasih!
3 komentar untuk " Egoisme jiwa manusia "
emang manusia punya rasa ego atau keakuan itu normal sobat tapi kita harus bisa mengendalikannya demi hidup bermasyarakat ok ditunggu coment bactnya di link artikenya ini
sejatinya manusia yg bangga dgn Akunya,yg merasa benar dr sesamanya,yg menindas mereka yg berbeda dr dirinya..tidak pernah melihat kedalam dirinya sendiri...sejatinya manusia yg bangga dgn Akunya,yg merasa benar dr sesamanya,yg menindas mereka yg berbeda dr dirinya..tidak pernah melihat kedalam dirinya sendiri...
makasih buat kunjungannya bosss...
salam sejahtera buat anda
Posting Komentar