Pagi sudah menjelang.Sinar matahari yang mulai meninggi menerpa wajah Elsa begitu ia menyibakkan gorden kamarnya.
Sesa’at di pandangi kedua anaknya yang masih tertidur pulas. Kesedihan seketika menggayuti hatinya. Ini adalah hari kedua sepeninggal suaminya. Belum, belum ada yang ditanyakan anaknya tentang papa mereka yang tidak pernah kembali itu. Tapi Elsa yakin suatu sa’at anaknya akan menanyakan juga padanya. Dan ia ia tak tahu jawaban apa yang pantas di berikan pada mereka.
Sesaat wanita itu menarik nafasnya. Dliriknya jam dinding sudah menunjukkan jam enam kurang sepuluh menit. Ah, biasanya jam segini ia sibuk menyiapkan sarapan untuk Mas Pri. Kemudian suaminya pun menikmati nasi goreng sebagai sarapan paginya sambil mengomentari bagaimana rasa makanan yang di masaknya hari itu. Dan biasanya pula hati Elsa akan berbunga-bunga karena Mas Pri lebih banyak memuji betapa lezatnya masakannya ketimbang mencela.
Lalu setelah selesai makan, Mas Pri pun bersiap-siap berangkat ke Kantornya. Dan sebelum meninggalkan rumah, ia menyempatkan mencium kedua anaknya yang masih tertidur pulas. Tak lupa pula ia mencium pipi istrinya tercinta yang menanti tak sabar hari waktu berlalu hingga sore pun datang menjelang, di mana mereka dapat berkumpul dan bersenda gurau kembali.
Elsa menelan ludahnya yang pait saat bayangan kejadian sehari-hari bermain lagi di benaknya. Kebahagiannya selama ini adalah kebahagiaan murni yang terpancar dari lubuk hati masing-masing. Rumah tangga yang telah mereka bina lebih dari lima tahun itu telah menjadi mahligai dan tali kasih yang tak kan pernah terputuskan. Hingga kemudian lahirlah anak-anak mereka yang menjadi buah cinta kasih.
Tak pernah Elsa bisa melupakan teguhnya pendirian Priantono yang lebih rela meninggalkan kiehidupan keluarganya berlimpah kemewahan hanya untuk menikahi dirinya yang tak punya apa-apa. Bila pikiranya sampai pada pokok ini Elsa pun tak mampu membendung airmatanya. Haru dan bahagia terasa melingkupi hatinya mengenangkan betapa Mas Pri lebih memilih untuk hidup bersamanya dan mulai lagi dari bawah. Mereka mengontrak sebuah rumah mungil yang tak begitu mahal Lalu untuk memenuhi kebutuhannya Mas Pri mencoba melamar pekerjaan di perusahaan lain, setelah di tinggalkannya perusahaan Ayahnya yang selama ini di tanganinya.
Kembali Elsa membaringkan tubuhnya di sebelah kedua anaknya yang masih tertidur lelap. Ras malas begitu menhantuinya Di pagi hari begini apa yang mesti di lakukannya? Sementara orang yang di layani sudah pulan ke pangkuan-Nya
Rasnya pagi ini Elsa ingin bermalas-malasan. Di biarkannya pikirannya menerawang jauh mengenang kembali saat pertama kali berjumpa dengan Priantono, yang kini telah tiada.
Sore itu ia baru saja keluar pabrik tempatnya bekerja. Hawa Bandung yang dingin sesrta hujan rintik-rintik membuat elsa mempercepat langkahnya menuju terminal untuk mencari Bus yang akan mermbawanya pulang ke tempat kostnya.
Sejak di tinggalkannya kampung halamannya sebulan lalu, ia memilih Bandung untuk menjadi tempat persinggahannya. Entahlah karena alasan apa. Elsa merasa Cuma di Bandunglah tempat yang sreg untuk menghilangkan sedih, emosi dan rasa sakit hatinya terhadap apa yang telah menimpanya waktu di desa dulu.
Beruntung baru beberapa hari tinggal di kota Kembang itu, Elsa berkenalan secara ttak sengaja dengan Noni di sebuah warung nasi.
Perkenalan tak sengaja itu telah membuat rasa simpatik di hati Noni yang bekerja sebagai akuntansi di sebuah perusahaan sepatu yang lumayan besar. Merasa kasihan mendengar nasib Elasa yang tiada mempunyai sanak saudara di kota itu, Noni pun memasukkan Elsa di tempat kerjanya.
Dan Elsa cukup berterima kasih atas bantuannya Noni yang telah menjadi koneksi nya untuk bekerja di perusahaan itu walaupun ia harus puas bekerja di bagian Produksi bersama buruh kasar lainnya, karena ia memang hanya lulusan SMP. Sudah bagus Noni, sahabat barunya mau menjadi referensinya hingga ia bisa bekerja dengan cepat beberapa hari setelah kedatangannya ke kota itu.
Kebaikan Noni pun tak sampai di situ. Iapun menawarkan rumahnya sebagai tempat tinggal Elsa selama ia belum mendapatkan Gaji. Elsa pun cukup tahu diri untuk tidak berlama-lama tinggal di rumah mungil yang cukup rapi milik orangtua Noni. Begitu ia mendapatkan gaji pada akhir bulan, Elsa pun segera mencari tempat kost dengan beaya yang cukup terjangkau. Walaupun dengan berat hati, Noni tak dapat menahan kemauan Elsa untuk tinggal di tempat lain.
Dalam Bus yang membawanya pulang, Elsa sempat merenungkan betapa baiknya Noni. Karena gadis itulah ia bisa bekerja seperti sekarang ini. Sementara itu itu ia tak mau peduli lagi apa yang terjadi di Desanya sepeninggalnya ia dari sana. Sungguh ia tak pernah menyesali kepergiannya yang tanpa pamit itu. Malah kini ia mulai kerasan hidup sendiri di kota yang baru ini. Apalagi sudah cukup banyak teman-teman yang di kenalnya di tempatnya bekerja.
Dalam kesendirirn Elsa Cuma bisa melamun jauh. Hingga tanpa terasa bus yang di tumpanginya telah melewati jalan menuju rumahnya. “Stop pinggir, Bang!” seruynya tiba-tiba begitu tersadarkan. Cepat-cepat ia beranjak dari tempat yang di dudukinya. Hujan yang turun rintik-rintik segera menerpa tubuhnya begitu ia turun dari bus yang membawanya.
Setengah tergesa Elsa pun berbalik arah menuju gang rumah kosnya yang telah terlewati. Lumayan jauh juga. Kalau dia tidak cepat-cepat sampai di sanan, tubuhnya pasti akan basah kehujanan. Dan ia tak ingin itu terjadi.
Namun baru beberapa mater ia berlari, tiba-tiba Elsa merasa sebuah benda keras menghantam pinggulnya. Seketika ia pun ambruk ke aspal jalanan. Rasa nyeri yang menghantam pinggangnya membuat ia merintih dan tak cepat-cepat bangkit berdiri. Untung sdaja ia tak pingsan di tempat itu juga.
Belum sempat Elsa berpikir siapa yang menebraknya dari belakang, seorang lelaki muda tergesa-gesa membuka pintu mobilnya dan berlari menghampirinya yang masih duduk terkulai. “Mari saya antar ke rumah sakit, Nona,” Ujar lelaki di telinganya. Dan sebelum massa sempat mengerumuni mereka, lelaki muda yang ternyata telah menabrak Elsa itu segera memapahnya dan memasukkannya ke dalam mobilnya. Lalu mobil itu pun kembali melesat menuju rumah sakit terdekat.
Di dalam mobil Elsa Cuma bisa mengeluh pelan sambil sesekali meringis kesakitan. Hantaman bagian depan mobil sedan itu terasa merontaokkan tulang-tulangnya.
Begitu tiba di rumah sakit, dengan tergesa lelaki itu memanggil perawat yang segera mendatanginya dengan kursi dorong. Lalu Elsapun di bawa ke rumah perawatan untuk di periksa.
Tak sempat Elsa memperhatikan berapa lama ia di periksa di ruang itu,yang ia tahu begitu suster membawanya keluar untuk di pindahkan ke bagian perawatan Elsa melihat lelaki itu segera mengikuti di belakangnya dengan wajah panik.
Gadis itu juga tak sempat memperhatrikan apa yang di bicarakan dokter yang memeriksanya dengan lelaki muda itu yang hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja.
“Saya sudah boleh pulang kan, Suster?” tanyanya kemudian opada suster yang mendorong kursi roda yang di naikinya. “Belum, Nona. Anda harus di rawat di rumah sakit kurang lebih tiga hari untuk menyembuhkan luka dalam Anda,” sahut sang suster padanya.
“Tapi suster...,” kalimat Elsa terhenti begitu susuter menghentikan kursi roda yang di dorongnya di depan sebuah pintu kamar. Setelah membuka pintu kamar itu, kembali suster mendorongnya menuju sebuah ranjang kosong.
Elsa merasa tenggorokannya tercekat begiitu dengan hati-hati suster itu segera memindahkannya ke ranjang kosong itu. “Suster...,” kembali di tatapnya suster berpakaian putih yang tampak manis dan anggun dengan seragamnya itu.
“Apa yang anda pikirkan Nona?” Suster balas memandangnya seperti tahu apa yang bergulat dalam hatinya. Suster itu kembali berkata, “Anda tak perlu khawatir mengenai beaya perawatannya, Nona. Pemuda tadi yangb akan mengurusnya.”
Elsa tertegun diam. Pemuda yang menabraknyalah yang akan menanggung semuanya? Ah, cukup bertanggung jawab juga dia. Tapi, apakah sakit yang di alaminya begitu parah hingga ia harus di rawat di sana selama lebih dari dua hari?
Tak sempat lagi Elsa berpikir lebih jauh ketika pemuda yang baru saja di pikirkannya itu tiba-tiba saja membuka pintu dan menghampirinya, sementara suster yang membawanya tadi segera berlalu meninggalkannya.
“Maafkan saya, Nona. Sayalah yang menyebabkan Anda menderita begini,” ujar pemuda itu memandangnya dalam. Elsa tak berkomentar. Diperhatikannya lecet-lecet kecil yang telah di perban oleh Dokter. Cuma lecet biasa, tapi bagaimana dengan luka dalamnya?
Diam-diam dalam hatinya ia memaki pemuda yang berdiri di hadapannya yang masih memandangnya penuh penyesalan. Ah, gara-gara dia ia harus berbaring di rumah sakit ini. Dan kalau dia tidak di perbolehkan pulang selama empat hari, itu berarti ia akan bolos kerja. Betapa tidak enak rasa hatinya. Apa yang akan di katakan pada Personalia tempat kerjannya nanti? Dia kan belum sebulan kerja di tempat itu? Bagaimana kalau kepala bagiannya marah dan memecatnya?
“Maaf, bolehkah saya mengetahui nama Anda?” tanya pemuda itu lagi memecah keheningan yang terjadi di antara mereka.
“Elsa,” sahutnya singkat. “Oya Elsa,ka,u tak perlu banyak berpikir, nanti saya akan memintakan surat Dokter, untuk di serahkan ke tempat kamu kerja,” kata pemuda itu kemudian mengejutkannya. Hei, dalam juga perhatiannya? “Terima kasih,” Elsa mencoba mengulas senyumannya walau terasa hambar. Kemudian pemuda itu juga menanyakan diimana tempatnya ia bekerja yang segera di sebutkannya oleh Elsa dan di catat pemuda itu.
“Oya, nama saya Priantono. Tapi kamu bisa memanggil Pri saja,” ujar pemuda itu kemudian seperti tersadarkan. “Kata Dokter kamu harus di rawat di sisni kurang lebih empat hari untuk menyembuhkan luka dalammu itu. Jangan khawatir, carilah saya kalau kamu memerlukan apa-apa ya?” tambahnya lagi dengan suara lembut.
Sungguh Elsa terpana melihat perhatian dan kelembutan yang di tunjukkan pemuda itu padanya. Ternyata ucapan pemuda yang di perkirakan usianya tidak lebih dari tiga oukuh tahun itu tidak Cuma ucapan bibir saja. Ia benar-benar menjalankan apa yang telah di ucapkan pada Elsa, Setiap hari ia selalu menjenguknya dengan membawakan makanan kecil dan buah-buahan.
Kalau tak ada pemuda itu, Elsa tak tahu siapa lagi yang akan menjenguk dan memperhatikannya. Memang sih, Elsa pernah meminta Pri untuk menghubungi Noni sahabatnya. Namun waktu Noni yang padat dengan tugas kantornya ia hanya bisa menjenguknya waktu sore hari saja. Tak ada niat Elsa menyuruh Pri untuk menghubungi keluarganya yang di kampung. Dan Elsa tak ingin melihat keluarganya cemas kedua kalinya karena mendengar berita yang menimpa dirinya.
Wktu yang berjalan begitu lambatt bagi Elsa akhirnya berakhir juga. Pada hari ke empat, sesuai ddengan waktu yang di katakan Dokter itu, Elsa pun di perbolehkan pulang. Dan gadis itu baru saja membereskan baju-bajunya untuk di masukkan ke dalam tas, bersamaan pula Pri muncul di ambang pintu dan menghampirinya.
“Sudah beres, Elsa?” tanyanya kemudian dengan sinar mata teduh. Baru kali ini Elsa berani membalas tatapan mata pemuda yang telah mengisi hari-harinya akhir-akhir ini. Ah, selain lembut, penuh perhatian dan simpatik, ternyata Pri pun cukup tampan. Hidungnya mancung dan sinar matanya teduh, belum lagi bentuk bibirnya yang bagus, dan tidak kelihatan menghitam dseperti cowok peerokok lainnya.
“Tidak ada yang ketinggalan?” tanya cowok itu lagi begitu Elsa beranjak menuju pintu. “Tidak,” gadis itu menggeleng dan mencoba mengulas senyumnya yan paling manis buat cowok yang telah begitu banyak menolongnya itu.
Setelah pamit pada Dokter dan Suster yang merawatnya. Priantono kembali menawarkan jasanya untuk mengantarkan gadis itu pulang ke rumahnya. Dan Elsa tak dapat menolak kebaikan cowok itu lagi. Diam-diam dalam hatiinya mulai tumbuh perasaan lain yang membuatnya senang berada di dekat cowok itu.
Ah, Elsa juga tak tahu mengapa beghitu cepat perasaan cinta datang padanya. Kedekatan Pri yang telah beberapa hari menemaninya, mampu menggeser kedudukkan Hardi di hatinya, Cowok yang telah mencuri cinta pertamanya namun akhirnya membuattnya kecewa karena tak dapatt memberi keputusan di saat dirinya mengalami persoalan.
Tak lupa Elsa pun mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas kebaikan pemuda itu yang telah mengeluarkan biaya baik moril dan materi selama perawatannya di rumah sakit. Dan Elsa harus menekan kepedihannya begitu Pri berlalu dari tempat kostnya. Elsa berusaha membuang ingatan semua kebaikan Pri, Mungkin Pri tak akan lagi mengingatnya setelah ini, Karena Elsa berpikir kebaikan yang selama ini hanya karena merasa bersalah dengan yang telah di lakukannya.
Lagi pula terlalu naif jika harus mengharapkan cowaok yang telah menolongnya itu mau mencintainya seperti apa yang telah Elsa rasakan baru-baru ini. Elsa menyadari apalah arti dirinya yang hanya orang miskin bagi pemuda gagah dan berpendidikan semacam Priantono. Tentu cowok itu akan berbalik membencinya dan memandangnya remeh jika ia tahu bahwa ada cinta yang tumbuh dari hatinya setelah itu. Ah, betapa memalukan jika itu terjadi.
Hari-haripun kembali berlalu. Elsa kembali masuk kerja seperti biasanya. Luka dalamnya tak begitu di rasakan lagi karena ia rajin meminum obat yang di saranklan oleh Dokter.
Hingga suatu harii Elsa terkejut tak terkira begitu keluar dari pabrik tempatnya bekerja, Di tepi jalan raya Pri sudah menunnggu di sebelah Civic Genio biru miliknya yang pernah menabraknya beberapa waktu lalu.
Dan ia begitu termangu dan tak berdaya untuk menolak Pri atas ajakannya mengantarkan pulang. Hati elsa pun bersenandung indah.Tak di sangka kalu cowok yang di dambakannya diam-diam menemuinya lagi.
Waktu pun terus berlalu, dan Elsapun merasa bersyukur karena ternyata cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Pada suatu malam minggu yang indah, ketika Pri membawanya ke pantai, Cowok itupun mengungkapkan isi hatinya betapa ia merindukan gadis itu setelah perpisahannya di rumah sakit itu.
Dengan hati berbunga-bunga Elsa pun menerima ungkapan hati pemuda itu. Sungguh Elsa tak menyangka kalu cintanya yang tumbuh mendapat balasan yang serupa.Hubungan cinta pun terjalin manis di antara mereka.Jalinan manis yang terjadi di antara mereka mungkin akan berlanjut bahagia.Pikir Elsa dalam benaknya.
Hingga suatu hari, Seorang perempuan baya dengan penampilan keren datang menemui di tempat kostnya. “Kamnu yang bernama Elsa?” tanya perempuan itu tanpa basa-basi begitu ia membuka pintu kostnya. “Benar, Tante” angguknya hormat. “silahkan masuk.”
“Ttidak perlu!” keras sekali suara itu terdengar. “Kedatanganku kemari Cuma ingin memperingatkanmu, Sebaiknya jauhilah Pri.”
“Jadi tante Ibunya mas Pri?” Elsa terkesiap dan buru-buru membungkuk hormat. Sungguh baru kali ini ia melihat seseorang yang telah melahirkan kekasih hatinya.Karena selama menjalin hubungan beberapa bulan ini belum pernah sekalipun Pri mengajaknya ke rumah orangtuanya.
“Benar!” perempuan separuh baya itu mengangguk tegas. “Kau tahu, Priantono adalah putra kami satu-satunya. Dialah pewaris kekayaan yang kami miliki. Oleh sebab itu, jauhilah dia. Kami tak sudi mempunyai menantu miskin seperti Kau!”
Seketika Elsa merasa hatinya di rejam sembilu mendengar kalimat yang terasa menusuk perasaannya ini. “Silahkan masuk dulu Tante,” ujarnya lagi mencoba menekan gejolak yang seketika muncul di hatinya. “Sudah ku bilang, Tak perlu!” bentaknya kemudian oleh perempuan separuh baya itu. “Dengar kataku ya!, Jangan lagi coba-coba mendekati Pri!. Perempuan miskin seperti kamu tidak pantas menjadi menantuku!”
Kemudian ttanpa berpaling lagi perempuan berpawakan gemuk itu berpaling meninggalkan Elsa yang masih terpaku diam. Begitu perempuan itu berlalu dengan mobilnya,Elsa pun tersadarkan. Cepat-cepat ia masuk kamar dan membantingkan tubuhnya di atas pembaringan.
Di atas bantalnya Elsa Cuma bisa menangis tersedu-sedu. Tak pernah di bayangkan jika tanggapan dari prang yang mengaku ibu dari kekasihnya itu begitu menyakitkan.
Apa yang harus di lakukan kini? Haruskah ia meninggalkan orang yang di cintainya untuk ke dua kalinya? Haruskah ia mengorbankan dirinya untuk kebahagiaan Pri dan keluarganya?
Mengingat itu kembali airmata Elsa mengalir dengan derasnya. Kenangan masa lalu tentang kampungnya kembali melintas di benaknya. Saat itu, Orang tuanyalah yang melarang hubungannya dengan Hardi karena pemuda itu berasal dari keluarga miskin, Dan tidak cocok untuk anggapan keluarganya.
Elsa merasa hatinya hancur berkeping membayangkan perpisahannya dengan Pri. Ah, haruskah ia merasakan sakit hati yang tak terkirakan untuk kedua kalinya?
Tak ada keputusan tepat yang di ambil Elsa saat ini. Berat rasanya meninggalkan Pri yang telah membuatnya ceria akhir-akhir ini.
Mas Pri. Rintih gadis itu kembali dengan airmatanya berlinang. Sungguh aku tak ingin kehilanganmu,seperti dulu saat aku kehilangan Hardi. Tapi apa yang harus kulakukan untuk mengatasi masalah ini?
Dorong emosi dan perasaan yang tak terbendung akhirnya membuat Elsa mengambil langkah yang terakhir. Begitu Priantono datang kembali tiga hari kemudian, Elsa pun mencurahkan seluruh perasaan hatinya pada cowok itu.
“Mas,” Elsa pun segera menghambur memeluk kekasih hatinya yang balas memeluknya dengan hati resah. “Sungguh, sebenarnya aku tak ingin berpisah darimu. Tapiaku tak dapat menentang keinginan ibumu yang menginginkan kita berpisah.....”
Pri tercenung . Diremasnya bahu gadis dalam rengkuhannya dengan hati kacau. Beberapa minggu lalu ibunya memang pernah memergoki saat ia mengantar gadis itu pulang dari acara makan malam. Pernah pula ibunya menanyakan dengan jujur siapa Elsa sebenarnya. Hingga akhirnya kemudian Pri tak menyangka kalau ibunya bakal menentang keras hubungan mereka.
“Mas....,” Elsa mengangkat wajahnya dan memandang wajah di hadapannya dalam-dalam . “Ibumu benar, Mas. Aku hanyalah seorang gadis miskin yang tak berarti apa-apa. Sebaiknya, kembalilah kau pada keluargamu. Lupakanlah kau....”
“Tidak, El,”Pri menggeleng tegas. ”Kau tahu, sudah sejak lama orangtuaku memang berniat menjodohkanku dengan seorang putri relasi mereka. Tapi aku menolak. Sungguh aku tak suka dengan cara kolot begitu. Aku ingin memilih sendiri siapa gadis yang kelak akan menjadi astriku. Aku tak suka dipaksa-paksa begitu!”
“Tapi, Mas....kamu berasal dari keluarga berada. Orangtuamu pasti akan murka bila mengetahui kau tidak menuruti anjuran mereka.”
“Aku tak peduli, Elsa,” kembali Pri menggelengkan kepalanya.
“Kematian ibumu sempat bilang bahwa kau adalah putra satu-satunya pewaris kekayaan yang mereka miliki. Tidakkah kau akan menyesal bila mereka tak jadi mewariskan semua hartanya kalau kau tak menuruti apa kata mereka?”
Pri cuma menarik napas berat sambil berkata,” Kau tahu, El, semua kemewahan itu akan kutinggalkan bila aku telah mendapatkan seorang gadis yang mampu membuat hari-hariku menjadi ceria. Walau mereka tidak menyetujui pilihanku itu...”
“Mas,” kembali Elsa menjatuhkan dirinya dalam pelukan Priantono. Disusupkan wajahnya di dada bidang pemuda yang telah membuatnya terharu dengan keputusan yang diambilnya itu.
Aku mencintaimu, Elsa. Dan akan kutinggalkan segala yang ada demi dirimu,” bisik Pri lembut.
Dengan hati terharu Elsa pun memeluk pemuda dambaan hatinya itu erat-erat. Sungguh ia tak menyangka kalau Pri akan mengambil keputusan seperti itu. Ah, sesungguhnya cowok seperti Pri-lah yang didambakannya menjadi suaminya dan ayah yang baik bagi anak-anaknya nanti.
“Sungguhkah ucapanmu itu, Mas?” lirih sekali suara itu terdengar dari bibir Elsa.
“Percayalah padaku,” Pri menatapnya penuh kesungguhan. “Kalau perlu kita tinggalkan kota ini untuk memulai hidup baru yang jauh dari bayang-bayang menyakitkan ini.”
“Mas Pri,” desisnya tak tertahankan. Dengan bola mata berbinar ceria dibalasnya tatapan cowok di hadapannya. “Bawalah aku kemana kau pergi, Mas...”
“Sudah pasti, sayangku,”Pri pun mengecup dahinya lembut.” Asal saja kau tidak menyesal jika nanti aku tidak seperti sekarang ini.”
“Jangan ucapkan itu, Mas. Aku akan menerima dan mencintaiku setulus hatiku. Marilah kita bina hidup baru walaupun itu harus kita mulai dari bawah,” ucap Elsa haru.
“Tentu sayangku,” bisik Pri lirih. Lalu mereka pun saling berkecupan menuntaskan gejolak perasaan yang ada dalam hati mereka.
Tak ada kebahagiaan lain yang dirasakan Elsa selain kebahagiaan kali ini saat Pri menyatakan kesanggupan untuk meninggalkan keluarganya dan memilih untuk hidup bersamanya.
Begitulah, dua minggu kemudian secara diam-diam Pri pun menikahi Elsa dan memboyong gadis itu menuju Jakarta untuk melepas segala kenangan pahit yang pernah ada dihati mereka tentang kota yang di tinggalkan itu.
Bersambung...........
Sesa’at di pandangi kedua anaknya yang masih tertidur pulas. Kesedihan seketika menggayuti hatinya. Ini adalah hari kedua sepeninggal suaminya. Belum, belum ada yang ditanyakan anaknya tentang papa mereka yang tidak pernah kembali itu. Tapi Elsa yakin suatu sa’at anaknya akan menanyakan juga padanya. Dan ia ia tak tahu jawaban apa yang pantas di berikan pada mereka.
Sesaat wanita itu menarik nafasnya. Dliriknya jam dinding sudah menunjukkan jam enam kurang sepuluh menit. Ah, biasanya jam segini ia sibuk menyiapkan sarapan untuk Mas Pri. Kemudian suaminya pun menikmati nasi goreng sebagai sarapan paginya sambil mengomentari bagaimana rasa makanan yang di masaknya hari itu. Dan biasanya pula hati Elsa akan berbunga-bunga karena Mas Pri lebih banyak memuji betapa lezatnya masakannya ketimbang mencela.
Lalu setelah selesai makan, Mas Pri pun bersiap-siap berangkat ke Kantornya. Dan sebelum meninggalkan rumah, ia menyempatkan mencium kedua anaknya yang masih tertidur pulas. Tak lupa pula ia mencium pipi istrinya tercinta yang menanti tak sabar hari waktu berlalu hingga sore pun datang menjelang, di mana mereka dapat berkumpul dan bersenda gurau kembali.
Elsa menelan ludahnya yang pait saat bayangan kejadian sehari-hari bermain lagi di benaknya. Kebahagiannya selama ini adalah kebahagiaan murni yang terpancar dari lubuk hati masing-masing. Rumah tangga yang telah mereka bina lebih dari lima tahun itu telah menjadi mahligai dan tali kasih yang tak kan pernah terputuskan. Hingga kemudian lahirlah anak-anak mereka yang menjadi buah cinta kasih.
Tak pernah Elsa bisa melupakan teguhnya pendirian Priantono yang lebih rela meninggalkan kiehidupan keluarganya berlimpah kemewahan hanya untuk menikahi dirinya yang tak punya apa-apa. Bila pikiranya sampai pada pokok ini Elsa pun tak mampu membendung airmatanya. Haru dan bahagia terasa melingkupi hatinya mengenangkan betapa Mas Pri lebih memilih untuk hidup bersamanya dan mulai lagi dari bawah. Mereka mengontrak sebuah rumah mungil yang tak begitu mahal Lalu untuk memenuhi kebutuhannya Mas Pri mencoba melamar pekerjaan di perusahaan lain, setelah di tinggalkannya perusahaan Ayahnya yang selama ini di tanganinya.
Kembali Elsa membaringkan tubuhnya di sebelah kedua anaknya yang masih tertidur lelap. Ras malas begitu menhantuinya Di pagi hari begini apa yang mesti di lakukannya? Sementara orang yang di layani sudah pulan ke pangkuan-Nya
Rasnya pagi ini Elsa ingin bermalas-malasan. Di biarkannya pikirannya menerawang jauh mengenang kembali saat pertama kali berjumpa dengan Priantono, yang kini telah tiada.
Sore itu ia baru saja keluar pabrik tempatnya bekerja. Hawa Bandung yang dingin sesrta hujan rintik-rintik membuat elsa mempercepat langkahnya menuju terminal untuk mencari Bus yang akan mermbawanya pulang ke tempat kostnya.
Sejak di tinggalkannya kampung halamannya sebulan lalu, ia memilih Bandung untuk menjadi tempat persinggahannya. Entahlah karena alasan apa. Elsa merasa Cuma di Bandunglah tempat yang sreg untuk menghilangkan sedih, emosi dan rasa sakit hatinya terhadap apa yang telah menimpanya waktu di desa dulu.
Beruntung baru beberapa hari tinggal di kota Kembang itu, Elsa berkenalan secara ttak sengaja dengan Noni di sebuah warung nasi.
Perkenalan tak sengaja itu telah membuat rasa simpatik di hati Noni yang bekerja sebagai akuntansi di sebuah perusahaan sepatu yang lumayan besar. Merasa kasihan mendengar nasib Elasa yang tiada mempunyai sanak saudara di kota itu, Noni pun memasukkan Elsa di tempat kerjanya.
Dan Elsa cukup berterima kasih atas bantuannya Noni yang telah menjadi koneksi nya untuk bekerja di perusahaan itu walaupun ia harus puas bekerja di bagian Produksi bersama buruh kasar lainnya, karena ia memang hanya lulusan SMP. Sudah bagus Noni, sahabat barunya mau menjadi referensinya hingga ia bisa bekerja dengan cepat beberapa hari setelah kedatangannya ke kota itu.
Kebaikan Noni pun tak sampai di situ. Iapun menawarkan rumahnya sebagai tempat tinggal Elsa selama ia belum mendapatkan Gaji. Elsa pun cukup tahu diri untuk tidak berlama-lama tinggal di rumah mungil yang cukup rapi milik orangtua Noni. Begitu ia mendapatkan gaji pada akhir bulan, Elsa pun segera mencari tempat kost dengan beaya yang cukup terjangkau. Walaupun dengan berat hati, Noni tak dapat menahan kemauan Elsa untuk tinggal di tempat lain.
Dalam Bus yang membawanya pulang, Elsa sempat merenungkan betapa baiknya Noni. Karena gadis itulah ia bisa bekerja seperti sekarang ini. Sementara itu itu ia tak mau peduli lagi apa yang terjadi di Desanya sepeninggalnya ia dari sana. Sungguh ia tak pernah menyesali kepergiannya yang tanpa pamit itu. Malah kini ia mulai kerasan hidup sendiri di kota yang baru ini. Apalagi sudah cukup banyak teman-teman yang di kenalnya di tempatnya bekerja.
Dalam kesendirirn Elsa Cuma bisa melamun jauh. Hingga tanpa terasa bus yang di tumpanginya telah melewati jalan menuju rumahnya. “Stop pinggir, Bang!” seruynya tiba-tiba begitu tersadarkan. Cepat-cepat ia beranjak dari tempat yang di dudukinya. Hujan yang turun rintik-rintik segera menerpa tubuhnya begitu ia turun dari bus yang membawanya.
Setengah tergesa Elsa pun berbalik arah menuju gang rumah kosnya yang telah terlewati. Lumayan jauh juga. Kalau dia tidak cepat-cepat sampai di sanan, tubuhnya pasti akan basah kehujanan. Dan ia tak ingin itu terjadi.
Namun baru beberapa mater ia berlari, tiba-tiba Elsa merasa sebuah benda keras menghantam pinggulnya. Seketika ia pun ambruk ke aspal jalanan. Rasa nyeri yang menghantam pinggangnya membuat ia merintih dan tak cepat-cepat bangkit berdiri. Untung sdaja ia tak pingsan di tempat itu juga.
Belum sempat Elsa berpikir siapa yang menebraknya dari belakang, seorang lelaki muda tergesa-gesa membuka pintu mobilnya dan berlari menghampirinya yang masih duduk terkulai. “Mari saya antar ke rumah sakit, Nona,” Ujar lelaki di telinganya. Dan sebelum massa sempat mengerumuni mereka, lelaki muda yang ternyata telah menabrak Elsa itu segera memapahnya dan memasukkannya ke dalam mobilnya. Lalu mobil itu pun kembali melesat menuju rumah sakit terdekat.
Di dalam mobil Elsa Cuma bisa mengeluh pelan sambil sesekali meringis kesakitan. Hantaman bagian depan mobil sedan itu terasa merontaokkan tulang-tulangnya.
Begitu tiba di rumah sakit, dengan tergesa lelaki itu memanggil perawat yang segera mendatanginya dengan kursi dorong. Lalu Elsapun di bawa ke rumah perawatan untuk di periksa.
Tak sempat Elsa memperhatikan berapa lama ia di periksa di ruang itu,yang ia tahu begitu suster membawanya keluar untuk di pindahkan ke bagian perawatan Elsa melihat lelaki itu segera mengikuti di belakangnya dengan wajah panik.
Gadis itu juga tak sempat memperhatrikan apa yang di bicarakan dokter yang memeriksanya dengan lelaki muda itu yang hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja.
“Saya sudah boleh pulang kan, Suster?” tanyanya kemudian opada suster yang mendorong kursi roda yang di naikinya. “Belum, Nona. Anda harus di rawat di rumah sakit kurang lebih tiga hari untuk menyembuhkan luka dalam Anda,” sahut sang suster padanya.
“Tapi suster...,” kalimat Elsa terhenti begitu susuter menghentikan kursi roda yang di dorongnya di depan sebuah pintu kamar. Setelah membuka pintu kamar itu, kembali suster mendorongnya menuju sebuah ranjang kosong.
Elsa merasa tenggorokannya tercekat begiitu dengan hati-hati suster itu segera memindahkannya ke ranjang kosong itu. “Suster...,” kembali di tatapnya suster berpakaian putih yang tampak manis dan anggun dengan seragamnya itu.
“Apa yang anda pikirkan Nona?” Suster balas memandangnya seperti tahu apa yang bergulat dalam hatinya. Suster itu kembali berkata, “Anda tak perlu khawatir mengenai beaya perawatannya, Nona. Pemuda tadi yangb akan mengurusnya.”
Elsa tertegun diam. Pemuda yang menabraknyalah yang akan menanggung semuanya? Ah, cukup bertanggung jawab juga dia. Tapi, apakah sakit yang di alaminya begitu parah hingga ia harus di rawat di sana selama lebih dari dua hari?
Tak sempat lagi Elsa berpikir lebih jauh ketika pemuda yang baru saja di pikirkannya itu tiba-tiba saja membuka pintu dan menghampirinya, sementara suster yang membawanya tadi segera berlalu meninggalkannya.
“Maafkan saya, Nona. Sayalah yang menyebabkan Anda menderita begini,” ujar pemuda itu memandangnya dalam. Elsa tak berkomentar. Diperhatikannya lecet-lecet kecil yang telah di perban oleh Dokter. Cuma lecet biasa, tapi bagaimana dengan luka dalamnya?
Diam-diam dalam hatinya ia memaki pemuda yang berdiri di hadapannya yang masih memandangnya penuh penyesalan. Ah, gara-gara dia ia harus berbaring di rumah sakit ini. Dan kalau dia tidak di perbolehkan pulang selama empat hari, itu berarti ia akan bolos kerja. Betapa tidak enak rasa hatinya. Apa yang akan di katakan pada Personalia tempat kerjannya nanti? Dia kan belum sebulan kerja di tempat itu? Bagaimana kalau kepala bagiannya marah dan memecatnya?
“Maaf, bolehkah saya mengetahui nama Anda?” tanya pemuda itu lagi memecah keheningan yang terjadi di antara mereka.
“Elsa,” sahutnya singkat. “Oya Elsa,ka,u tak perlu banyak berpikir, nanti saya akan memintakan surat Dokter, untuk di serahkan ke tempat kamu kerja,” kata pemuda itu kemudian mengejutkannya. Hei, dalam juga perhatiannya? “Terima kasih,” Elsa mencoba mengulas senyumannya walau terasa hambar. Kemudian pemuda itu juga menanyakan diimana tempatnya ia bekerja yang segera di sebutkannya oleh Elsa dan di catat pemuda itu.
“Oya, nama saya Priantono. Tapi kamu bisa memanggil Pri saja,” ujar pemuda itu kemudian seperti tersadarkan. “Kata Dokter kamu harus di rawat di sisni kurang lebih empat hari untuk menyembuhkan luka dalammu itu. Jangan khawatir, carilah saya kalau kamu memerlukan apa-apa ya?” tambahnya lagi dengan suara lembut.
Sungguh Elsa terpana melihat perhatian dan kelembutan yang di tunjukkan pemuda itu padanya. Ternyata ucapan pemuda yang di perkirakan usianya tidak lebih dari tiga oukuh tahun itu tidak Cuma ucapan bibir saja. Ia benar-benar menjalankan apa yang telah di ucapkan pada Elsa, Setiap hari ia selalu menjenguknya dengan membawakan makanan kecil dan buah-buahan.
Kalau tak ada pemuda itu, Elsa tak tahu siapa lagi yang akan menjenguk dan memperhatikannya. Memang sih, Elsa pernah meminta Pri untuk menghubungi Noni sahabatnya. Namun waktu Noni yang padat dengan tugas kantornya ia hanya bisa menjenguknya waktu sore hari saja. Tak ada niat Elsa menyuruh Pri untuk menghubungi keluarganya yang di kampung. Dan Elsa tak ingin melihat keluarganya cemas kedua kalinya karena mendengar berita yang menimpa dirinya.
Wktu yang berjalan begitu lambatt bagi Elsa akhirnya berakhir juga. Pada hari ke empat, sesuai ddengan waktu yang di katakan Dokter itu, Elsa pun di perbolehkan pulang. Dan gadis itu baru saja membereskan baju-bajunya untuk di masukkan ke dalam tas, bersamaan pula Pri muncul di ambang pintu dan menghampirinya.
“Sudah beres, Elsa?” tanyanya kemudian dengan sinar mata teduh. Baru kali ini Elsa berani membalas tatapan mata pemuda yang telah mengisi hari-harinya akhir-akhir ini. Ah, selain lembut, penuh perhatian dan simpatik, ternyata Pri pun cukup tampan. Hidungnya mancung dan sinar matanya teduh, belum lagi bentuk bibirnya yang bagus, dan tidak kelihatan menghitam dseperti cowok peerokok lainnya.
“Tidak ada yang ketinggalan?” tanya cowok itu lagi begitu Elsa beranjak menuju pintu. “Tidak,” gadis itu menggeleng dan mencoba mengulas senyumnya yan paling manis buat cowok yang telah begitu banyak menolongnya itu.
Setelah pamit pada Dokter dan Suster yang merawatnya. Priantono kembali menawarkan jasanya untuk mengantarkan gadis itu pulang ke rumahnya. Dan Elsa tak dapat menolak kebaikan cowok itu lagi. Diam-diam dalam hatiinya mulai tumbuh perasaan lain yang membuatnya senang berada di dekat cowok itu.
Ah, Elsa juga tak tahu mengapa beghitu cepat perasaan cinta datang padanya. Kedekatan Pri yang telah beberapa hari menemaninya, mampu menggeser kedudukkan Hardi di hatinya, Cowok yang telah mencuri cinta pertamanya namun akhirnya membuattnya kecewa karena tak dapatt memberi keputusan di saat dirinya mengalami persoalan.
Tak lupa Elsa pun mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas kebaikan pemuda itu yang telah mengeluarkan biaya baik moril dan materi selama perawatannya di rumah sakit. Dan Elsa harus menekan kepedihannya begitu Pri berlalu dari tempat kostnya. Elsa berusaha membuang ingatan semua kebaikan Pri, Mungkin Pri tak akan lagi mengingatnya setelah ini, Karena Elsa berpikir kebaikan yang selama ini hanya karena merasa bersalah dengan yang telah di lakukannya.
Lagi pula terlalu naif jika harus mengharapkan cowaok yang telah menolongnya itu mau mencintainya seperti apa yang telah Elsa rasakan baru-baru ini. Elsa menyadari apalah arti dirinya yang hanya orang miskin bagi pemuda gagah dan berpendidikan semacam Priantono. Tentu cowok itu akan berbalik membencinya dan memandangnya remeh jika ia tahu bahwa ada cinta yang tumbuh dari hatinya setelah itu. Ah, betapa memalukan jika itu terjadi.
Hari-haripun kembali berlalu. Elsa kembali masuk kerja seperti biasanya. Luka dalamnya tak begitu di rasakan lagi karena ia rajin meminum obat yang di saranklan oleh Dokter.
Hingga suatu harii Elsa terkejut tak terkira begitu keluar dari pabrik tempatnya bekerja, Di tepi jalan raya Pri sudah menunnggu di sebelah Civic Genio biru miliknya yang pernah menabraknya beberapa waktu lalu.
Dan ia begitu termangu dan tak berdaya untuk menolak Pri atas ajakannya mengantarkan pulang. Hati elsa pun bersenandung indah.Tak di sangka kalu cowok yang di dambakannya diam-diam menemuinya lagi.
Waktu pun terus berlalu, dan Elsapun merasa bersyukur karena ternyata cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Pada suatu malam minggu yang indah, ketika Pri membawanya ke pantai, Cowok itupun mengungkapkan isi hatinya betapa ia merindukan gadis itu setelah perpisahannya di rumah sakit itu.
Dengan hati berbunga-bunga Elsa pun menerima ungkapan hati pemuda itu. Sungguh Elsa tak menyangka kalu cintanya yang tumbuh mendapat balasan yang serupa.Hubungan cinta pun terjalin manis di antara mereka.Jalinan manis yang terjadi di antara mereka mungkin akan berlanjut bahagia.Pikir Elsa dalam benaknya.
Hingga suatu hari, Seorang perempuan baya dengan penampilan keren datang menemui di tempat kostnya. “Kamnu yang bernama Elsa?” tanya perempuan itu tanpa basa-basi begitu ia membuka pintu kostnya. “Benar, Tante” angguknya hormat. “silahkan masuk.”
“Ttidak perlu!” keras sekali suara itu terdengar. “Kedatanganku kemari Cuma ingin memperingatkanmu, Sebaiknya jauhilah Pri.”
“Jadi tante Ibunya mas Pri?” Elsa terkesiap dan buru-buru membungkuk hormat. Sungguh baru kali ini ia melihat seseorang yang telah melahirkan kekasih hatinya.Karena selama menjalin hubungan beberapa bulan ini belum pernah sekalipun Pri mengajaknya ke rumah orangtuanya.
“Benar!” perempuan separuh baya itu mengangguk tegas. “Kau tahu, Priantono adalah putra kami satu-satunya. Dialah pewaris kekayaan yang kami miliki. Oleh sebab itu, jauhilah dia. Kami tak sudi mempunyai menantu miskin seperti Kau!”
Seketika Elsa merasa hatinya di rejam sembilu mendengar kalimat yang terasa menusuk perasaannya ini. “Silahkan masuk dulu Tante,” ujarnya lagi mencoba menekan gejolak yang seketika muncul di hatinya. “Sudah ku bilang, Tak perlu!” bentaknya kemudian oleh perempuan separuh baya itu. “Dengar kataku ya!, Jangan lagi coba-coba mendekati Pri!. Perempuan miskin seperti kamu tidak pantas menjadi menantuku!”
Kemudian ttanpa berpaling lagi perempuan berpawakan gemuk itu berpaling meninggalkan Elsa yang masih terpaku diam. Begitu perempuan itu berlalu dengan mobilnya,Elsa pun tersadarkan. Cepat-cepat ia masuk kamar dan membantingkan tubuhnya di atas pembaringan.
Di atas bantalnya Elsa Cuma bisa menangis tersedu-sedu. Tak pernah di bayangkan jika tanggapan dari prang yang mengaku ibu dari kekasihnya itu begitu menyakitkan.
Apa yang harus di lakukan kini? Haruskah ia meninggalkan orang yang di cintainya untuk ke dua kalinya? Haruskah ia mengorbankan dirinya untuk kebahagiaan Pri dan keluarganya?
Mengingat itu kembali airmata Elsa mengalir dengan derasnya. Kenangan masa lalu tentang kampungnya kembali melintas di benaknya. Saat itu, Orang tuanyalah yang melarang hubungannya dengan Hardi karena pemuda itu berasal dari keluarga miskin, Dan tidak cocok untuk anggapan keluarganya.
Elsa merasa hatinya hancur berkeping membayangkan perpisahannya dengan Pri. Ah, haruskah ia merasakan sakit hati yang tak terkirakan untuk kedua kalinya?
Tak ada keputusan tepat yang di ambil Elsa saat ini. Berat rasanya meninggalkan Pri yang telah membuatnya ceria akhir-akhir ini.
Mas Pri. Rintih gadis itu kembali dengan airmatanya berlinang. Sungguh aku tak ingin kehilanganmu,seperti dulu saat aku kehilangan Hardi. Tapi apa yang harus kulakukan untuk mengatasi masalah ini?
Dorong emosi dan perasaan yang tak terbendung akhirnya membuat Elsa mengambil langkah yang terakhir. Begitu Priantono datang kembali tiga hari kemudian, Elsa pun mencurahkan seluruh perasaan hatinya pada cowok itu.
“Mas,” Elsa pun segera menghambur memeluk kekasih hatinya yang balas memeluknya dengan hati resah. “Sungguh, sebenarnya aku tak ingin berpisah darimu. Tapiaku tak dapat menentang keinginan ibumu yang menginginkan kita berpisah.....”
Pri tercenung . Diremasnya bahu gadis dalam rengkuhannya dengan hati kacau. Beberapa minggu lalu ibunya memang pernah memergoki saat ia mengantar gadis itu pulang dari acara makan malam. Pernah pula ibunya menanyakan dengan jujur siapa Elsa sebenarnya. Hingga akhirnya kemudian Pri tak menyangka kalau ibunya bakal menentang keras hubungan mereka.
“Mas....,” Elsa mengangkat wajahnya dan memandang wajah di hadapannya dalam-dalam . “Ibumu benar, Mas. Aku hanyalah seorang gadis miskin yang tak berarti apa-apa. Sebaiknya, kembalilah kau pada keluargamu. Lupakanlah kau....”
“Tidak, El,”Pri menggeleng tegas. ”Kau tahu, sudah sejak lama orangtuaku memang berniat menjodohkanku dengan seorang putri relasi mereka. Tapi aku menolak. Sungguh aku tak suka dengan cara kolot begitu. Aku ingin memilih sendiri siapa gadis yang kelak akan menjadi astriku. Aku tak suka dipaksa-paksa begitu!”
“Tapi, Mas....kamu berasal dari keluarga berada. Orangtuamu pasti akan murka bila mengetahui kau tidak menuruti anjuran mereka.”
“Aku tak peduli, Elsa,” kembali Pri menggelengkan kepalanya.
“Kematian ibumu sempat bilang bahwa kau adalah putra satu-satunya pewaris kekayaan yang mereka miliki. Tidakkah kau akan menyesal bila mereka tak jadi mewariskan semua hartanya kalau kau tak menuruti apa kata mereka?”
Pri cuma menarik napas berat sambil berkata,” Kau tahu, El, semua kemewahan itu akan kutinggalkan bila aku telah mendapatkan seorang gadis yang mampu membuat hari-hariku menjadi ceria. Walau mereka tidak menyetujui pilihanku itu...”
“Mas,” kembali Elsa menjatuhkan dirinya dalam pelukan Priantono. Disusupkan wajahnya di dada bidang pemuda yang telah membuatnya terharu dengan keputusan yang diambilnya itu.
Aku mencintaimu, Elsa. Dan akan kutinggalkan segala yang ada demi dirimu,” bisik Pri lembut.
Dengan hati terharu Elsa pun memeluk pemuda dambaan hatinya itu erat-erat. Sungguh ia tak menyangka kalau Pri akan mengambil keputusan seperti itu. Ah, sesungguhnya cowok seperti Pri-lah yang didambakannya menjadi suaminya dan ayah yang baik bagi anak-anaknya nanti.
“Sungguhkah ucapanmu itu, Mas?” lirih sekali suara itu terdengar dari bibir Elsa.
“Percayalah padaku,” Pri menatapnya penuh kesungguhan. “Kalau perlu kita tinggalkan kota ini untuk memulai hidup baru yang jauh dari bayang-bayang menyakitkan ini.”
“Mas Pri,” desisnya tak tertahankan. Dengan bola mata berbinar ceria dibalasnya tatapan cowok di hadapannya. “Bawalah aku kemana kau pergi, Mas...”
“Sudah pasti, sayangku,”Pri pun mengecup dahinya lembut.” Asal saja kau tidak menyesal jika nanti aku tidak seperti sekarang ini.”
“Jangan ucapkan itu, Mas. Aku akan menerima dan mencintaiku setulus hatiku. Marilah kita bina hidup baru walaupun itu harus kita mulai dari bawah,” ucap Elsa haru.
“Tentu sayangku,” bisik Pri lirih. Lalu mereka pun saling berkecupan menuntaskan gejolak perasaan yang ada dalam hati mereka.
Tak ada kebahagiaan lain yang dirasakan Elsa selain kebahagiaan kali ini saat Pri menyatakan kesanggupan untuk meninggalkan keluarganya dan memilih untuk hidup bersamanya.
Begitulah, dua minggu kemudian secara diam-diam Pri pun menikahi Elsa dan memboyong gadis itu menuju Jakarta untuk melepas segala kenangan pahit yang pernah ada dihati mereka tentang kota yang di tinggalkan itu.
Bersambung...........
postingan ini berkategori
CERITA
/
CERPEN
dengan judul
Di Hatimu Kuititp Cinta, Bagian 3
. Jangan lupa menyertakan URL
http://joyodrono-cahmabung.blogspot.com/2013/03/kuititp-cinta-di-hatimu-bagian-3.html
. Jika ingin memposting ulang . Terima kasih!
Belum ada komentar untuk " Di Hatimu Kuititp Cinta, Bagian 3 "
Posting Komentar