• Puisi
  • TV Online
  • Radio online
  • Live score Bola
  • Film
  • Games
  • Tukar Link
  •  joyodrono
    Diberdayakan oleh Blogger.

    Di Hatimu Ku Titip Cinta, bagian 7


    Di Hatimu Ku  Titip Cinta, bagian 7

    Suatu hari saat Feri kembali datang berkunjung untuk kesekian kalinya, tanpa disangka-sangka Noni pun bertandang ke rumahnya. Elsa pun bermaksud memperkenalkan keduanya kalau tidak dilihatnya perubahan paras Noni begitu melihat Feri.

    “Eh...ehm, Bapak ada disini?” tanya Noni gugp begitu Feri membalikkan tubuhnya. Sejak masuk tadi Noni memang tidak bisa melihat jelas wajah lelaki itu karena Feri duduk membelakangi pintu.
    “Hm.......kamu....?” Feri seperti terkesima dan mencoba mengingat-ingat.
    “Saya Noni, Pak,” sahut Noni segera menyebutkan namanya untuk membantu ingatan lelaki itu.

    ”Oya, Noni . kalian....” berganti-ganti Feri memandang Elsa dan Noni seakan ingin meminta kejelasan ada hubungan apa di antara mereka.
    “Elsa teman baik saya, Pak,” kembali Noni yang menyahut sebelum Elsa sempat membuka mulutnya. “ Kami kenal sudah sejak lama.”

    “Oooh...,” Feri mengangguk-angguk.
    “ Duduklah dulu, Non. Sebentar kuambilkan minuman dulu ya,” Elsa pun segera menengahi setelah beberapa saat mereka saling berdiam diri. Tidak lama Elsa pun sudah keluar kembali sambil membawa segelas minuman untuk Noni, karena minuman yang untuk Feri sudah disediakannya lebih dulu.

    Percakapan pun terjadi di antara mereka. Elsa dapat melihat betapa Noni nampak menghormati tamusatunya itu, meskipun iabelum sempat mengetahui ada hubungan apa di antara mereka.

    Tak terasa waktu pun berlalu. Pukul enam sore lewat sepuluh menit, Feri pun segera minta diri. Dengan diantar Elsa dan Noni, ia pun melaju meninggalkan rumah itu.
    “Kamu kenal Pak Feri di mana El?” tanya Noni kemudian begitu mereka sudah duduk di ruang tamu kembali.

    “Dipesta perjamuan makan malam ketika kau mengajakku waktu itu. Itu lho, lelaki yang sempat kuceritakan padamu yang selalu tanya-tanya melulu,” Elsa menjelaskan.
    “Oh, yang itu toh?” Noni manggut-manggut sambil memandangnya dala-dalam. “Kok kamu nggak sebutkan namanya waktu itu?”
    “Siapa bilang? Aku kan sudah bilang, namanya Feri. Kamunya aja yang tidak ambil perhatian.”

    “Mungkin juga,” sahut Noni mendesah. “Soalnya aku nggak kepikiran kalau Feri yang kau maksud Pak Feri yang tadi itu.”
    “Sekarang gantian dong,” Elsa tersenyum simpul. “Giliran kamu yang sebutin, di mana kau kenal dia?”

    “Pak Feri?” Noni membelalakkan matanya.
    “Siapa lahi?”
    “Lho, dia itu kan direktur perusahaan ‘Sabar Makmur’. Adik dari direktur perusahaan tempatku bekerja,” Noni segera memberi tahu. “Akmu beruntung bisa kenal dia lho.”
    “Untung kenapa?” giliran Elsa yang terbeliak.
    ”Dia duda kaya lho, El. Anaknya ada dua orang dan kini sedang sekolah di luar negeri. Kalau dipikir-pikir, kasihan juga lho sebenarnya Pkak Feri. Sejak istrinya meninggalkannya beberapa tahun yang lalu, dia tetap menduda sampai sekarang.”

    “Kau tahu kenapa istrinya meninggalkannya?”
    “Entahlah. Dari kabar yang kudengar sih, istrinya menikah lagi dengan lelaki lain yang lebih muda dari Pak Feri,” Noni menerawnag.
    “Apa yang kamu katakan tepat seperti apa yang diceritakannya padaku, non,” Sambut Elsa kemudian.

    “Hah? Jadi...”
    “Mas Feri sudah menceritakan semuanya padaku,”sahut Elsa kalem.
    “Terus terang dia mengakui itu, El?”
    “He-eh,” Elsa mengangguk.
    “Kalau begitu hubungan kalian sudah cukup dalam juga ya, sampai Pak Feri mau menceritakan keadaan dirinya,” Noni menebak-nebak.

    “Apa maksudmu?”Elsa terperangah.
    “Janga-jangan...dia menaruh minat padamu,El?” sahut Noni serius.
    “Jangan bicar sembarangan, Non. Didengar orang tidak enak aku. Lagian,hubungan kami kan baru beberapa bulan ini saja.”

    “Lho, kamu ini gimana sih? Bagi orang yang sudah cukup umur macam Pak Feri itu mana suka berlama-lama sih? Sekali dia menyukai seseorang dan merasa cocok, pasti akan cepat-cepat dipinangnya wanita itu,” ucap Noni sambil tersenyum.

    “Kamu ngaco ah,” kilah Elsa denngan wajah tersipu. “Hubunganku dengannya hanya hubungan biasa, Non. Jangan bikin gosip yang nggak-nggak ah.”
    “Tapi dia sering main kemari kan?”
    “Iya sih. Memang kenapa?”

    “Ah kamu kayak pura-pura tidak tahu saja, El. Kalau kupikir, mestinya kamu tuh lebih mengerti dari aku, karena kamu kan sudah punya pengalaman. Apa yang dicari laki-laki yang rajin datang berkunjung ke rumah kita kalau nukan perhatian dan tentu saja maksud-maksdu terselubung lainnya? Apalagi Pak Feri itu sudah cukup lama menduda.”

    “Ya ampun, jadi kau pikir kedatangannya selama ini adlah ingin mencari perhatianku dan mengapeliku?” Elsa terperangah. “Aduh Noni, Noni. Kamu kan tahu aku baru saja ditinggal suami?

    “Justru karena kau sudah tidak punya suami, maka Pak Feri berani mendekatimu dan datang mengunjungimu. Kalau kamu masih punya suami kan mana mau dia datang ke sini? Apalagi sampai begitu sering seperti yang kau bilang,” Noni mengerjabkan matanya nakal.

    “Kamu pikir akan secepat ini aku memalingkan cintaku?” tanya Elsa gusar.
    “Kenapa tidak, Elsa? Kamu kan masih muda? Masih punya banyak kesempatan untuk memulai hidup baru lagi.”
    “Apa yang kamu katakan benar,” Elsa menelan ludahnya yang terasa pahit.” Tapi tidak secepat ini, Non.”
    “Tentu saja dong, Kamu juga kan perlu berfikir matang serta mempertimbangkannya baik-baik,” Noni manggut-manggut.

    “Aku tidak akan melupakan Mas Pri, secepat ini, Non. Lagi pula, sudah kukubur rasa cintaku bersama jasadnya ketika dimakamkan waktu itu,” desahnya hampir tak terdengar.
    “Astaga, Elsa! Kamu jangan berkata begitu dong. Tidakkah kau pikirkan hidupanak-anakmu kelak?” noni tertegun mendengar ucapan yang sungguh tak disangkanya itu.
    “Justru karena aku memikirkan nasib mereka, maka kuhilangkan perasaanku terhadap laki-laki lain. Aku ingin menghidupi mereka sekuatku.”

    “mana bisa begitu, Elsa? Seandainya bisa pun kau akan mengalami kesulitan dalam membagi waktu. Bagaimana mungkin kau bisa bekerja sambil mengawasi mereka? Apalagi anak-anakmu kan masih kecil. Bagaimana mungkin kau meninggalkan mereka untuk bekerja?”
    Mendengar ucapan itu Elsa merasa Noni seperti mengingatkannya kembali pada kata-kata yang pernah diucapkannya beberapa hari setelah meninggalnya Mas Pri. Dan ia jadi tertegun sendiri. Bagaimana mungkin meninggalkan Koko dan Kiki yang masih balita untuk ditinggalkannya bekerja? Siapa yang akan mengawasi dan menjaga mereka? Taruh ia bisa menggaji pembantu, apakah gajinya akan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam sebulah? Berapa sih gaji seorang lulusan SMP?

    “Aku merasa pak feri menaruh ahti padamu, El. Kalau tidak, untuk apa dia meluangkan waktunya datang ke sini? Kamu tahu, sebagai seorang direktur dan mempunyai jadwal ketat selain sibuk mengurusi pekerjaan-pekerjaannya. Apa dong maksudnya dia datang kemari menyisihkan waktu-waktu sibuknya selain untuk menunjukkan perhatiannya pada orang yang dia sukai?” suara Noni kembali berkumandang meluruskan jalan pikirannya.

    “ Aku mengerti kau masih mencintai Mas Pri dan tidak begitu saja melupakannya. Tapi ingatlah, El. Mas Pri itu sudah tiada, dan kau di sini masih buth perhatian dan materi yang akan menguatkanmu untuk menghidupi anak-anak kalian?” tambah Noni lagi bernada memberi wawasan.

    “Tapi aku tak bisa secepat itu membuka pintu hatiku untuk dimasuki seseorang yang akan menggantikan kedudukan Mas Pri. Butuh waktu panjang, Non,” sahutnya bernada keluh.

    “Apa yang kau katakan tadi ini kedengarannya lebih enak dari ucapanmu tadi, El. Setidak-tidaknya, kan masih ada harapan buat seseorang yang mendambakan cintamu,” Noni mengulaskan senyumnya.

    “Sudah pasti dong, Non. Alangkah malunya aku kalau sampai kalah bertahan dengan Mas feri yang cukup lama menduda kalau dalam waktu dekat ini kuterima niatnya untuk memperistriku,” Elsa tersipu.
    “Lho, jadi serius ceritanya nih?” tanya Noni menggoda.
    “Jangan ngeledek ah, Non. Sejak tadi ucapanmu memancingku terus. Bisa terjebak aku kalau tidak hati-hati,” Elsa mencubit gemas lengan Noni yang kontan saja menjerit kesakitan.

    “Tapi apa yang ku ucapkan benar toh?”Noni kembali mengerjab nakal sambil mengusap-usap lengannya yang baru saja dicubit Elsa.” Jangan tutup pintu hatimu pada seseorang yang telah menaruh perhatian dan harapan yang dalam padamu.”
    “Sudah ah! Dari tadi kotbah melulu. Tuh, Kiki memanggilku minta dibuatkan susu,” ujar Elsa kemudian sambil beranjak meninggalkan Noni yang tersenyum dengan sinar mata menggoda.


    Bersambung.............

    Di tulis Oleh :


    Translate to : by

    postingan ini berkategori CERITA / CERPEN dengan judul Di Hatimu Ku Titip Cinta, bagian 7 . Jangan lupa menyertakan URL http://joyodrono-cahmabung.blogspot.com/2013/04/di-hatimu-ku-titip-cinta-bagian-7.html . Jika ingin memposting ulang . Terima kasih!

    Belum ada komentar untuk " Di Hatimu Ku Titip Cinta, bagian 7 "

    On Facebook

    Pengikut

    On Twitter

    News Google