Siang yang cerah. Matahari yang bersibar di atas sana tidak begitu menunjukkan kegaranganya. Ombak pantai yang bergulung-gulung seakan berlomba-lomba untuk mencapai tepian menambah semaraknya pemandangan tepi pantai.
Di atas pasir putih di bawah naungan pohon-pohon yang membuat teduh suasana Elsa memperhatikan kedua anaknya yang begitu asyik bermain air di tepian pantai. Di sebelahnya, Feri pun ikut mengalihkan pandangannya ke arah laut dengan wajah ceria.
“Riang sekali Koko dan Kiki bermain air,” komentar Feri kemudian dengan mata tak lepas memandang ke arah dua anak itu.
“Ya,” Elsa mengangguk. “Sudah cukup lama mereka tidak merasa suasana seperti ini.”
Elsa menarik napas panjang. Dibiarkannya rambutnya yang terurai panjang meriap-riap dipermainkan angin. Sesekali bibirnya yang merah merekah mendesah pelan. Ah, suasana seperti ini memang tak pernah dirasakannya lagi sejak suaminya meninggal hampir setahun lalu. Walaupun sekarang ia kembali dapat merasakan betapa riangnya anak-anaknya bermain air di pinggir pantai, namun lelaki yang menyertainya bukanlah Mas Pri lagi.
Memang, Elsa dapat meraskan dan mengakuinya dalam hati betapa Koko dan Kiki sudah semakin dekat dan akrab dengan dengan Feri. Kasih sayang dan perhatian yang diberikan lelaki itu pada kedua anaknya memmbuat mereka seperti dengan mudahnya melupakan kepergian papanya yang tak akan pernah kembali lagi itu. Memang sih kalau dipertimbangkan lebih jauh lagi, hal itu akan lebih baik buat perkembangan jiwa mereka. Mereka tidak perlu merasakan kesediahn yang berkepanjangan serta trauma yang menyakitkan tentang kepergian seseorang yang selama ini menjadi pelindung mereka, karena sudah ada seorang pelindung lain yag siap menggantikan.
Tapi...ah, Elsa tak tahu apa yang dirasakan dalam hatinya melihat keakraban anak-anakya dengan Feri. Bagaimanakah? Senangkah? Atau malah menyesali mengapa ia membiarkanmereka menjadi dekat hingga tak terpisahkan lagi?
Memang pernah juga ia mendiskusikan tentang perasaanya ini pada noni. Namun jawaban apa yang diterimanya dari sahabat baiknya itu?
“Jangan terlalu emosional, El. Yakinlah dalam hatimu bahwa Pak feri memang mengharapkanmu menjadi istri. Kamu sudah meraskan sendiri kan betapa dia amat mengasihi dan menyayangi anak-anaknmu?” begitu kata Noni waktu itu dengan nada separuh mendakwanya.
“masalahnya bukan itu, Non. Aku tidak berani berharap jauh. Apalagi Mas feri itu orang kaya. Jangan-jangan dia malah mengasihaniku dan bukan mencintaiku seperti yang kau duga,” desahnya dengan nada enggan.
“Pikiranmu selalu saja begitu. Optimis dong. Coba kamu pikir lebih dalam lagi, mana ada pertolongan yang tulus dan tanpa pamrih? Setiap laki-laki mau berkorban, pasti dia mempunya harapan pada orang itu. Lagi pula, aku yakin kalau pak Feri naksir kamu. Mungkin saja dia mau memberi waktu padamu untuk berpikir-pikir dulu, hingga ia menahan niatnya untuk mengutarakan perasaannya padamu,”kata Noni lagi menasihatinya. “Tapi bisa jadi juga Pak Feri lebih suka menunjukkan sikapnya daripada mengucapkan kalimat cinta yang dipikirnya hanya pantas dipakai oleh mereka yang masih muda.”
Elsa termenung, mencoba untuk menelah lebih dalam lagi ucapan sahabatnya. Kalau mau dilihat usianya, memang usia Feri beberapa tahun di atas Mas Pri. Mungkin juga Noni benar kalau lelaki itu lebih suka menunjukkan sikapnya ketimbang mengucapkan kata-kata yang malah akan membuat kaku bagi orang yang belum siap mendengarnya.
“Melamun El?” teguran lembut Feri menyadarkannya dari lamunannya yang sempat terbang sekilas.
“Ah nggak,” Elsa menggeleng dengan tersipu.
“sudah lapar? Kita makan dulu yuk,”ajak Feri lagi.
Elsa menatap arlojinya sekilas. Sudah jam sepuluh lewat dua puluh menit. Yah, sudah lumayan siang juga untuk menigisi perut dengan makanan, walaupun sebelum pergi tadi mereka sempat sarapan nasi uduk.
Bersambung....
postingan ini berkategori
CERITA
/
CERPEN
dengan judul
Di Hatimu Ku Titip Cinta, bagian 8
. Jangan lupa menyertakan URL
http://joyodrono-cahmabung.blogspot.com/2013/04/di-hatimu-ku-titip-cinta-bagian-8.html
. Jika ingin memposting ulang . Terima kasih!
Belum ada komentar untuk " Di Hatimu Ku Titip Cinta, bagian 8 "
Posting Komentar