• Puisi
  • TV Online
  • Radio online
  • Live score Bola
  • Film
  • Games
  • Tukar Link
  •  joyodrono
    Diberdayakan oleh Blogger.

    Pertemuan Brigjen soepardjo dengan Soekarno Dalam G30S PKI

    Pertemuan Brigjen soepardjo dengan Soekarno
    Bagi Presiden Sukarno wajah G-30-S pada 1 Oktober ialah wajah BrigadirJenderal Supardjo. Presiden tidak berjumpa dengan lima pimpinan inti G-30-S saat ia berada di Halim. Dari siaran radio pagi hari itu, satu-satunya orang lain yang dengan pasti diketahuinya terlibat ialah Letnan Kolonel Untung. Demikian juga, Sukarno tidak bertemu Aidit dan barangkali tidak pernah diberi tahu bahwa Aidit ada di kawasan pangkalan udara. Mengingat satu-satunya orang dari G-30-S yang dijumpai Presiden Sukarno ialah Supardjo, Presiden kemungkinan pagi itu telah menyimpulkan bahwa G-30-S memang benar seperti yang dinyatakan dalam siaran radio pertama: suatu gerakan murni intern Angkatan Darat yang
    dirancang untuk membersihkan perwira sayap kanan, serta untuk mem-
    pertahankan dirinya selaku presiden. Dan patut diingat bahwa semula
    G-30-S bermaksud membawa serta dua komandan batalyon, Kapten
    Sukirno dan Mayor Bambang Supeno, menemui Presiden Sukarno.
    Tapi hanya Supardjo yang dibawa kembali dengan helikopter ke Halim.
    Ternyata, Supardjo menjadi duta G-30-S.



    Sukarno dan Supardjo bertemu untuk pertama kali sekitar pukul
    10.00 pagi di kantor komandan pangkalan udara Halim, Kolonel Wisnoe
    Djajengminardo. Pada waktu itu Sukarno sudah mengetahui bahwa
    Yani diculik. Karena juga telah dilaporkan kepadanya bahwa tembak-
    menembak terjadi di rumah Yani dan darah terlihat berceceran di sana,
    Sukarno barangkali menduga Yani telah terbunuh. Jadi Presiden menge-
    tahui Supardjo mewakili sebuah gerakan yang, mungkin sekali, baru saja
    membunuh panglima angkatan bersenjatanya.
    Sukarno pasti bingung seorang brigadir jenderal datang bertemu
    dengannya atas nama seorang letnan kolonel. Pada persidangannya
    Untung menyebut, bahwa Sukarno bertanya kepada Supardjo, “Mengapa
    jang memimpin Untung?” Walaupun Untung tidak mengetahui langsung
    perundingan itu – apa pun yang diketahuinya berdasarkan apa yang dice-
    ritakan Supardjo kepadanya – barangkali Sukarno memang menanyakan
    pertanyaan semacam itu. Jawaban Supardjo, sekali lagi menurut Untung,
    tidak memberi kejelasan: “Dialah jang kita anggap pantas.”
    Cerita orang pertama satu-satunya tentang pembicaraan mereka
    pagi itu diberikan Supardjo (dalam persidangannya pada 1967) dan
    Laksamana Madya Omar Dani, yang hadir selama pembicaraan mereka
    yang pertama. Cerita Supardjo dan Omar Dani sangat singkat dan jelas
    tidak memberikan seluk-beluk pembicaraan yang tentunya pelik dan
    sangat panjang lebar. Sukarno sendiri tidak pernah menyampaikan
    ceritanya.Baca kembali 1-oktober-1965

    Pada sidang Mahmilubnya Supardjo memberi kesaksian bahwa
    Sukarno tidak terlalu cemas menanggapi berita tentang penculikan
    para jenderal. Presiden tidak menuduh G-30-S sebagai jahat, khianat,
    atau kontra revolusioner. Supardjo menceritakan, Sukarno tetap tenang
    dan mengucapkan dalam bahasa Belanda “Ja zo iets in een revolutie kan
    gebeuren (hal semacam ini akan terjadi di dalam suatu revolusi).”
    Kendati demikian Sukarno cemas kalau-kalau peristiwa itu menimbulkan
    perang saudara yang tidak terkendalikan antara kekuatan sayap kanan dan
    sayap kiri di kalangan militer. Ia meminta Supardjo agar menghentikan
    G-30-S, sementara ia akan berusaha menemukan pemecahan politis.
    Supardjo mengatakan, “Kemudian saja diminta duduk lebih dekat, beliau
    bitjara bahwa kalau begini pertempuran nanti bisa meluas. Lantas jang
    untung nanti adalah Nekolim, lantas beliau tanja sama saja: mempunjai
    kesanggupan tidak untuk memberhentikan gerakan dari G-30-S? Waktu
    itu saja katakan: ‘Ja – sanggup.’ Lantas beliau menepuk-nepuk bahu
    saja dan mengatakan ‘Awas ja kalau tidak beres engke maneh dipeuntjit,
    ja sambil gujon itu. Kalau tidak bisa menjelesaikan, memberhentikan
    gerakan G-30-S, kamu nanti saja sembelih.”
    Menurut Omar Dani, Sukarno menolak permintaan Supardjo
    untuk tampil mendukung G-30-S, lalu beliau meminta agar Supardjo
    menghentikan G-30-S. Dalam kata-kata penulis biografi Dani, dinya-
    takan sebagai berikut:

    Ia [Supardjo] melapor langsung kepada Presiden bahwa
    bersama kawan-kawan ia telah mengambil tindakan terhadap
    para perwira tinggi Angkatan Darat. Para perwira muda di
    lingkungan Angkatan Darat dan para bawahan mengeluh atas
    sikap, kelakuan, ketidakpedulian para Jendral terhadap ba-
    wahannya. Atas pertanyaan Bung Karno apakah Pardjo punya
    bukti, Soepardjo mengiyakan dan sanggup mengambilnya di
    MBAD bila ia diperintahkan. Bung Karno memberi perintah
    untuk mengambilnya, tetapi sampai menghilangnya pada 2
    Oktober 1965, Soepardjo tidak pernah dapat menyerahkan
    bukti-bukti itu kepada Bung Karno. Presiden memerintahkan
    Brigjen Soepardjo untuk menghentikan gerakannya, guna
    menghindari terjadinya pertumpahan darah. Presiden juga
    menolak permintaan Brigjen Soepardjo untuk mendukung
    G-30-S. Begitu ditolak permintaannya oleh Presiden Sukarno,
    Brigjen Soepardjo langsung berpamitan dan pergi keluar dari
    Markas Koops. Tampak di wajahnya sedikit kusut, capai,
    kurang tidur dan kecewa.

    Cerita Omar Dani ini menegaskan pernyataan Supardjo bahwa
    Sukarno meminta agar G-30-S dihentikan. Sukarno tidak mendukung
    juga tidak menentang G-30-S. Di satu pihak, ia tidak mengeluarkan
    pernyataan dukungan terhadapnya (seperti yang telah diperbuat Dani)
    atau diam-diam mendorong agar meneruskannya. Di lain pihak, ia tidak
    melihat G-30-S sebagai bahaya yang akan mencelakakan dirinya atau
    kedudukannya sebagai presiden. Bahwa ia tinggal di Halim, justru tempat
    yang diketahuinya dipakai sebagai pusat pimpinan G-30-S, menunjuk-
    kan bahwa ia melihat Supardjo dan Untung sebagai perwira-perwira yang
    setia kepadanya. Sukarno kelihatan tidak menjadi panik oleh kejadian

    pagi itu. Antara pukul 11.30 dan tengah hari, sesudah berbicara dengan
    Supardjo di pusat komando pangkalan udara, Sukarno pindah ke sebuah
    rumah yang sedikit lebih luas milik Komodor Susanto dan beristirahat
    siang beberapa jenak di sana.
    Sukarno tidak sekadar berada di Halim, ia juga memanggil para
    penasihat utamanya ke sana. Dari tiga wakil perdana menterinya, satu-
    satunya yang saat itu berada di Jakarta, Leimena, tiba di Halim pada saat
    menjelang siang hari. Begitu juga Panglima Angkatan Laut, Panglima
    Angkatan Kepolisian, Komandan Pasukan Kawal Istana, dan Jaksa Agung.
    Mereka bersama Sukarno sepanjang sore dan petang hari itu.41 Menteri-
    menteri ini menyaksikan sebagian dari pembicaraan yang berlanjut antara
    Sukarno dan Supardjo. Belakangan mereka menyampaikan informasi
    sekadarnya kepada wartawan dan juga kesaksian singkat ketika mereka
    tampil sebagai saksi di sidang pengadilan. Tapi, sejauh yang saya ketahui,
    mereka tidak menulis catatan rinci tentang pembicaraan antara kedua
    tokoh tersebut.

    Supardjo menemui Sukarno untuk kedua kali sesudah ia kembali dari
    perundingan dengan para pimpinan inti G-30-S. Seluruhnya Supardjo
    berbicara dengan Sukarno dalam empat atau lima kali kesempatan yang
    terpisah-pisah sepanjang hari itu. Hanya pembicaraan pertama yang
    berlangsung di kantor komandan Halim. Pembicaraan-pembicaraan
    yang belakangan berlangsung di rumah Komodor Soesanto. Rumah ini
    dipilih untuk Presiden karena merupakan rumah tunjukan yang terbaik di
    pangkalan itu.42 Supardjo mondar-mandir antara rumah Sersan Sujatno,
    tempat persembunyian Untung, Sjam dan lainnya, dan rumah Soesanto,
    tempat Sukarno dan menteri-menterinya berada.43

    Topik utama perbincangan antara Sukarno dan Supardjo pada lepas
    tengah hari, sekitar pukul 12.00 sampai 13.30, ialah memilih pengganti
    sementara untuk Yani sebagai panglima Angkatan Darat. Sukarno jelas
    tidak memusuhi G-30-S karena untuk pengangkatan yang sepenting
    itu ia meminta nasihat mereka. Dalam analisisnya Supardjo menyata-
    kan bahwa pimpinan G-30-S merekomendasikan tiga nama jenderal
    Angkatan Darat.44 Gerakan 30 September memberikan dukungan-
    nya untuk Mayor Jenderal U. Rukman, panglima antardaerah untuk
    Indonesia timur; Mayor Jenderal Pranoto Reksosamodra, asisten pada
    staf umum Yani yang biasanya hanya disebut dengan nama pertamanya;
    dan Mayor Jenderal Basuki Rachmat, Panglima Kodam Brawijaya, Jawa
    Timur.Keputusan tentang penggantian Yani sepenuhnya ada pada Sukarno.
    Gerakan 30 September tidak mendiktekan syarat-syarat kepada Presiden.
    Perwira yang akhirnya menjadi pilihan Sukarno ialah Pranoto, anggota
    staf Yani yang tidak diculik. Pada pukul 13.30 Sukarno menandatangani
    perintah pengangkatan Pranoto sebagai pejabat pimpinan sementara
    Angkatan Darat dan mengirim utusan-utusan untuk memanggilnya ke
    Halim. Sementara itu G-30-S, demi alasan yang tak diketahui, tidak
    menyiarkan perintah Sukarno melalui radio.Baca kembali Pengumuman RRI
    siang 1 Oktober 1965.

    Dalam percakapan mereka, Supardjo secara tersirat mengakui ke-
    wenangan Sukarno sebagai presiden. Ia tidak mengancam Sukarno baik
    dengan gangguan secara fi sik maupun berusaha menculiknya, memak-
    sanya untuk mendukung G-30-S, atau menekan agar Sukarno mengambil
    keputusan-keputusan tertentu. Dipandang dari sudut mana pun Supardjo
    memainkan peranan sebagai perwira bawahan. Maka menjadi ganjil jika
    kira-kira pada saat yang bersamaan dengan perundingan-perundingan di
    Halim ini (tengah hari sampai pukul 14.00), pemancar radio menyiarkan
    pengumuman yang secara tidak langsung memberhentikan Sukarno
    sebagai presiden. Di Halim orang yang berbicara dengan Sukarno atas
    nama G-30-S tetap memperlakukannya sebagai seorang presiden. Tetapi
    melalui gelombang-gelombang radio, G-30-S mencanangkan secara
    sepihak telah mendemisionerkan kabinet Sukarno.
    Sukarno entah mendengar sendiri atau diberi tahu tentang isi
    pengumuman G-30-S itu. Ia tidak senang. Dalam sidang kabinet awal
    November 1965 ia mengacu pada tuntutan G-30-S ketika menjawab
    para mahasiswa demonstran yang diorganisir oleh Angkatan Darat,
    yang menuntut agar Sukarno mendemisionerkan kabinetnya: “ben je
    bedonderd, dat ik mijn Kabinet ga laten demissioneren. Ya, itu ucapan
    saya sesudah diadakannya oleh sesuatu pihak ‘Dewan Revolusi.’ Pada
    waktu itu di sini saya berkata dengan tegas: ben je bedonderd.” Sukarno
    sudah memutuskan untuk tidak mendukung G-30-S pada saat dewan
    itu diumumkan melalui radio. Tapi mendengar kabinetnya sudah di-
    demisionerkan pastilah lebih memperkeras penentangannya terhadap
    G-30-S.


    Ditulis oleh :
    JOHN ROOSA

    ARSIP

    Hoover Institution Archives, Stanford University, California
    Guy Pauker Papers
    Howard P. Jones Papers
    International Institute of Social History, Amsterdam
    Indonesian Exiles of the Left Collection
    Suparna Sastra Diredja Papers
    Di tulis Oleh :


    Translate to : by

    postingan ini berkategori ARTIKEL dengan judul Pertemuan Brigjen soepardjo dengan Soekarno Dalam G30S PKI . Jangan lupa menyertakan URL http://joyodrono-cahmabung.blogspot.com/2011/09/pertemuan-brigjen-soepardjo-dengan.html . Jika ingin memposting ulang . Terima kasih!

    Belum ada komentar untuk " Pertemuan Brigjen soepardjo dengan Soekarno Dalam G30S PKI "

    On Facebook

    Pengikut

    On Twitter

    News Google